Dosen Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala Saiful Mahdi ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana Pencemaran Nama Baik dengan menggunakan sarana elektronik.
Saiful Mahdi akan menjalani pemeriksaan di Polresta Banda Aceh sebagai Tersangka untuk pemeriksaan tanggal 2 September 2019, setelah pada bulan Juli menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Kasus Saiful mahdi berawal pada bulan Maret 2019, saat Saiful Mahdi membuat tulisan di dalam group WA yang bernama “Unsyiah KITA” yang anggotanya terdiri dari 100 dosen Unsyiah.
Adapun redaksi tulisan tersebut adalah: “Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi.”
Saiful Mahdi dilaporkan karena mengkritisi hasil Tes CPNS untuk Dosen Fakultas Teknik pada akhir 2018 dalam ruang lingkup Universitas Syiah Kuala dalam sebuah grup WhatsApp Unsyiah.
Koordinator Program LBH Banda Aceh Aulianda Wafisa pada diskusi di kantornya menyebutkan, Saiful Mahdi hanya ingin menyampaikan pendapatnya terhadap hasil Tes CPNS Dosen Unsyiah tahun 2019 terutama di Fakultas Teknik yang dinilai janggal, menurut hasil analisa berdasarkan ilmu statistik yang dia geluti.
Menurutnya, Saiful Mahdi tidak berniat untuk mencemarkan nama baik seseorang, namun untuk kepentingan umum semata. Namun, Dekan Fakultas Teknik malah melaporkan Saiful Mahdi dengan tuduhan pencemaran nama baik dan Saiful Mahdi telah diperiksa oleh kepolisian di Polresta Banda Aceh menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang ITE.
Sebelum kasus tersebut dilaporkan ke Polresta Banda Aceh Saiful Mahdi sempat diadukan oleh Dekan Teknik, Taufik Saidi, ke Senat Universitas Syiah Kuala. Pada 18 Maret, Saiful Mahdi dipanggil oleh komisi F senat Universitas Syiah Kuala. Namun, oleh anggota Komisi F Senat Universitas Syiah Kuala dia hanya diminta klarifikasi atau meminta keterangan, bukan sidang etik. Dengan kata lain, tidak pernah ada sidang etik terhadap Saiful Mahdi oleh Senat Universitas Syiah Kuala.
Selanjutnya, Rektor Universitas Syiah Kuala, Samsul Rizal, mengirim surat kepada Saiful Mahdi perihal Teguran Pelanggaran Etika Akademik tertanggal 6 Mei 2019, dan meminta Saiful Mahdi menyampaikan permohonan maaf dalam waktu 1×24 Jam. Apabila setelah waktu yang ditentukan belum menyampaikan permohonan maaf secara sebagaimana tersebut di atas, maka akan diberlakukan sanksi.
Kemudian, pada 15 Mei 2019, Saiful Mahdi membalas surat tersebut, yang isinya menyatakan keberatan dengan teguran dari Rektor Universitas Syiah Kuala, karena dia merasa tidak pernah menjalani sidang etik di Senat Universitas Syiah Kuala.
Aulianda Wafisa menyatakan pihaknya akan mendampingi seluruh proses hukum yang sedang dihadapi oleh Saiful Mahdi sebagai bentuk perjuangan penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) salah satunya kebebsan dalam berpendapat baik masyarakat umum maupun terhadap insan akademik. Karena kata dia, perilaku seperti ini adalah bentuk pembungkaman insan-insan kritis dalam dunia akademik.
“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat sipil Aceh untuk berjuang bersama-sama dalam masalah ini sebagai bentuk dukungan kita bersama terhadap kebebasan mimbar akademik. Sebagai rakyat Aceh, kita ingin melihat Universitas Syiah Kuala menjadi kampus yang kritis, menjadi kampus yang peduli kepada rakyat Aceh, bukan kampus yang berisi para penjahat ilmu pengetahuan,” ujarnya.