Baitul Mal Sosialisasi Qanun Baru tentang Baitul Mal kepada 23 BMK se-Aceh

Baitul Mal Aceh (BMA) melakukan sosialisasi perdana Qanun Baru Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal kepada kepala badan dan kepala sekretariat Baitul Mal Kabupaten/kota (BMK) se-Aceh. Sosialisasi dilaksanakan untuk menyamakan persepsi seluruh kabupaten/kota terhadap qanun baru tersebut.

“Semoga dengan adanya qanun baru ini menjawab setiap persoalan yang kita hadapi selama ini. Kita menginginkan ke depan tidak ada lagi tumpang tindih kewenangan dalam pengelolaan harta umat,” kata Plt Kepala Baitul Mal Aceh, Drs Mahdi Ahmdi, MM di sela-sela membuka acara sosialisasi tersebut, Kamis (25/07/2019) di D’Energy Cafe, Aceh Besar.

Kegiatan sosialisasi ini mengundang empat nara sumber yang berhubungan dengan qanun dan pelaksanaannya yaitu: dari Badan Pengelolaan Keuangan Aceh, Safaruddin; Biro Hukum Setda Aceh, Junaidi; Koordinator Gerakan Antikorupsi, Askhalani; dan Akademisi UIN Ar-Raniry, Armiadi Musa yang juga mantan kepala Baitul Mal Aceh.

Sementara itu, Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh, Muhammad Iswanto mengatakan dengan adanya qanun baru tersebut daya gerak Baitul Mal semakin dinamis, namun harus segera didukung dan dipersiapkan turunan regulasi seperti peraturan gubernur/bupati/wali kota.

“Tanpa itu semua akan mustahil dan menjadi tugas dan tanggung jawab kita semua agar qanun ini secara maksimal bisa segera kita terapkan,” kata Iswanto.

Sebagai pemateri pertama, Safaruddin mengatakan yang terbaru dalam qanun tersebut yaitu infak dimasukkan sebagai Pendapatan Asli Daereh (PAD). Begitu dimasukkan ke PAD, maka harus diikuti rambu-rambu pemerintah karena pemungutannya melalui tangan pemerintah.

“Tetapi zakat dan infak itu disebut sebagai PAD khusus. Kenapa khusus karena zakat dan infak tidak boleh digunakan di luar ketentuan syariah,” jelas Safaruddin.

Ia menambahkan, pada pasal 79 dan 80 juga mengatur bagaimana hubungan kerja kepala sekretariat dengan kepala badan saling melengkapi. Kepala badan mempunyai fungsi strategis dalam menyusun seperti renstra, renja, dan perencanaan lainnya harus sesuai persetujuan kepala badan.

“Untuk itu kita meminta agar segera menyiapkan turunan dari qanun tersebut yaitu 23 peraturan gubernur dan 13 peraturan bupati/wali kota, sehingga dapat mengatur lebih rinci lagi,” ungkapnya.

Selaku akademisi, Armiadi meninjau pencatatan zakat dan infak sebagai PAD dari sisi syariah. Menurutnya secara aturan tidak ada masalah selama pengelolaannya nantinya tidak bertentangan dengan hukum syariat.

“Secara prinsip tidak ada larangan zakat dan infak masuk PAD, hanya saja prinsip pengelolaan yang harus diperhatikan, bagaimana cara pencairannya, termasuk perlu diatur harus bisa dicairkan sebelum disahkan anggaran oleh DPRA. Sekarang sudah dibenarkan oleh qanun tinggal diatur oleh pergub untuk bisa mendahului sebelum disahkan DPRA,” kata Armiadi.

Sementara itu, Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani mengatakan aturan-aturan turunan untuk qanun baru perlu dibuat dan disegerakan karena jangan sampai kejadian ketika pengelolaanya bagus tetapi karena tidak dibarengi aturan yang memadai menjadi masalah dan temuan.

“Saya lihat qanun baru tentang Baitul Mal itu sangat ketat dan ini bagus. Ada lima hal yang fokus yaitu perencanaan, kelembagaan, amil, koodinasi, dan kontrol,” kata Aslhalani.

Mengenai staf amil, katanya banyak sekali pihak menerima keluhan ketika pergantian pimpinan maka semua staf diganti. Semestinya menurut Askhalani yang sudah berpengalaman tidak ikut ldiganti sebagai pendukung dari internal.

“Begitu juga soal pengawasan, dalam qanun ini ada sanksi yang ketat bagi pelaku yang melakukan pelanggaran pengelolaan zakat,” ujar Aakhalani lagi.

Ia menambahkan, pada pasal 90 ayat 6 tentang laporan di sana mengharuskan laporan tersebut dipublikasikan di website lembaga yang bersangkutan. Manfaat data terbuka ini ketika ada pergantian orang ataumusibah kematian yang memegang data, maka tetap masih bisa diakses, tidakakan hilang.

“Masukan dari kita,pengelolaan zakat dilakukan secara terbuka mudah diakses dan tidakterbelit dengan administrasi yang rumit, sehingga semakinmenguatkan lembaga Baitul Mal Aceh sebagai lembaga umat,”tutup Askhalani.

Terakhir, Junaidi dari BiroHukum mengatakan qanun baru tersebut merupakan norma umum. Jika masih ada yang kurang dan belum diatur dalam qanun tersebut, maka bisa dirincikan dengan pergub dan perbup.[

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads