Tiga tahun lalu, tepatnya di penghujung 2016, handphone Kakanwil Kemenag Aceh, Drs HM Daud Pakeh berdering, sebuah pesan dari Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin masuk. Pesan itu berisi link yang memuat tentang potret pendidikan di sebuah kampung di pedalaman Aceh Tengah.
Menanggapi informasi dari atasannya, HM Daud Pakeh pun langsung bergerak cepat, Kakanwil menugaskan Kasubbag Perencanaan dan Keuangan untuk segera menuju lokasi pada hari itu juga.
Kemudian, laporan yang dihimpun oleh staf yang turun ke lapangan, Daud Pakeh langsung melanjutkan informasi tersebut ke Menteri Agama. Bak gayung bersambut, Menteri Agama langsung menyahuti hasil temuan di lapangan tim Kemenag Aceh. Akhirnya Kementerian Agama RI menganggarkan pembangunan 1 unit ruang kelas baru (RKB) madarasah di pedalaman Aceh itu.
Sekolah tersebut adalah Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Kala Wih Ilang, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah. Saat ini sekolah itu sudah memiliki gedung yang memadai dan proses belajar mengajar sudah lebih baik.
Awal 2017, Daud Pakeh dan rombongan melakukan kunjungan ke MIS Kala Wih Ilang di pelosok Aceh Tengah itu, Jumat (20/1). Perjalanan pun harus menempuh medan berat untuk melihat langsung potret pendidikan disana.
Untuk sampai ke lokasi, rombongan harus menggunakan mobil khusus untuk medan offroad, jalannya masih berlumpur, sehingga beberapa kali mobil rombongan tersangkut dan harus ditarik dari lumpur. Perjalanan yang seharusnya dapat ditempuh tidak lebih dari 1 jam itu pun menjadi lebih panjang.
Di lokasi, mereka mendapati sebuah gedung Madrasah yang sangat memprihatinkan, masih berlantai tanah, dinding papan, serta saranan belajar yang tidak memadai. Melihat pemandangan itu, Daud Pakeh pun bersemangat untuk mengubah wajah sekolah itu.
Bahkan saat kembali dari Wih Ilang, rombongan sempat tertahan sekitar lima jam di tengah jalan. Karena hujan deras dan jalanan dipenuhi lumpur, sehingga kondisi medan memang tidak dapat dilintasi sama sekali oleh kendaraan. Akhirnya dari perjalanan itu, mobil yang tersangkut harus ditarik oleh mobil lain.
Selain di Tanoh Gayo, Daud Pakeh juga menemukan mutiara di pedalaman Aceh Tamiang. Di kawasan terjauh dari ibu kota provinsi itu juga ada sebuah MIS yang kondisinya mirip dengan Wih Ilang.
Ditemukan Madrasah di Aceh Tamiang ini juga bermula dari laporan staf yang ia tugaskan ke pedalaman kabupaten tersebut. Mereka bertugas melihat tentang kondisi pendidikan di MIS Al Kautsar, Dusun Jambo Rambong, Gampong Babo, Kecamatan Bandar Pusaka, Aceh Tamiang. Karena bangunan madrasah tempat mencetak generasi bangsa ini masih dapat dikatakan jauh dari kata layak.
Tak lama berselang, Daud Pakeh bersama Kasubbag Perencanaan dan Keuangan Kanwil Kemenag Aceh H Saifuddin, SE atau yang disapa Yahwa yang saat ini menjabat Kabag TU bergerak ke lokasi. Mereka melihat langsung kondisi bangunan dan pendidikan di madrasah pedalaman Aceh Tamiang.
Setelah menempuh perjalanan cukup panjang untuk mencapai lokasi, mata Daud Pakeh sempat berkaca-kaca saat melihat kondisi sekolah untuk pertama kalinya. Karena kondisinya sangat memprihatinkan.
Sekolah itu dibangun sejak enam tahun lalu dan dimiliki oleh yayasan keluarga. Karena berada di pelosok, kondisi MIS tersebut tidak diketahui orang. Kondisi itu baru diketahui setelah “Sang Pencari Mutiara” tiba di lokasi. Orang nomor satu di Kanwil Kemenag Aceh ini pun langsung beraksi.
Sebagai respons cepat, Daud Pakeh memerintahkan Kasubbag Perencanaan dan Keuangan agar mencari lokasi yang cocok untuk pembangunan gedung baru MI tersebut. Sebab, lokasi yang ada saat ini tidak cocok untuk didirikan sekolah, karena lokasinya berada di tepi jurang. Setelah adanya diskusi dan sharing dengan datok (keuchik) dan Muspika setempat, akhir pembangunan dapat dilaksanakan.
*Bangun Madrasah dengan Film Dokumenter “Cahaya di Atas Bukit”
Setiba di Banda Aceh, Daud Pakeh menggelar pertemuan dengan Tim Inmas Kemenag Aceh. Ia menyampaikan gagasannya untuk mempublikasi potret pendidikan di pedalaman Aceh melalui sebuah film.
Program produksi film itu pun berjalan dan tim produksi dari Inmas turun ke lokasi. Mereka merekam suasana sekolah itu hingga beberapa hari. Dalam waktu yang tidak lama film dokumenter itu selesai, Kakanwil melaunching sebuah film tersebut dengan judul “Cahaya di atas Bukit”, Jumat (8/9/2017). Daud Pakeh berhasil melakukan sebuah inovasi dalam membangun madrasah di pedalaman.
Film ini sengaja dilaunching untuk dapat secara resmi disebarluaskan kepada masyarakat luas supaya dapat melihat potret pendidikan di pedalaman secara dekat.
Film yang berdurasi 40 menit itu mengisahkan tentang sosok Pak Thamrin. Semasa hidupnya putera Gayo itu menjabat kepala KUA di Takengon. Namun di sela-sela waktunya dia terus menyempatkan diri membangun pendidikan pada sebuah dusun di kecamatan Pegasing Aceh Tengah.
Usahanya tidak sia-sia. Tahun 2013, MIS Kala Wih Ilang resmi berdiri dan beroperasi. Bangunannya berlantai tanah dan berdinding papan. Atapnya seng bekas sumbangan dari masyarakat sekitar.
Film ini juga mengisahkan, merekam kesaksian Mahyudin, ia bercerita tentang kegigihan pak Thamren yang bersikeras membangun sebuah madrasah. Cita-cita itupun tercapai.
Walau jauh dari pusat keramaian dan fasilitas pendidikan sangat terbatas, namun semangat anak-anak disana tidak berkurang untuk menuntut ilmu.
Selain itu, di film ini diantara murid-murid MIS Kala Wih Ilang, terdapat anak-anak dari keluarga non-Muslim yang ikut menimba ilmu disana. Namun, guru-guru disana tidak pernah membatasi anak-anak non muslim untuk belajar. Menurut para pengajar, ilmu adalah cahaya untuk semua orang. Soal keimanan adalah masalah pribadi setiap orang.
Dalam film ini juga mengisahkan tentang pendidikan di Gampong Jambo Rambong Kec Tamiang Hulu, Aceh Tamiang, di mana terdapat Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) al-Kautsar yang dindingnya terbuat dari tepas bambu.
Pendiri MIS al-Kausar jadi inspirasi banyak orang, Pak Jufri dan istrinya tidak bersekolah, cuma menjalani pendidikan dasar selama 6 bulan saja, kemudian kenyataan pahit membuat mereka untuk berjuang menjalani hidup.
Namun, keterbatasan mereka tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk membangun pendidikan di daerah pedalaman itu dengan membangun madrasah bagi anak-anak sekitar untuk melanjutkan pendidikan dan memberi cahaya.
Walhasil, film tersebut hadir di tengah masyarakat, semua kalangan dapat membantu baik materi maupun non materi kepada madrasah tersebut, juga bapak Menteri Agama RI membantu langsung kedua madrasah tersebut, juga LSM dan liannya sehingga kini dua madrasah itu telah memiliki gedung representatif.
Daud Pakeh juga menyampaikan untuk membangun pendidikan di wilayah pedalaman tersebut dibutuhkan perhatian dan pengorbanan semua elemen terkait untuk mewujudkannya.
“Lokasi Wih Ilang paling terpencil dan jalan yang ditempuh sangat sulit, butuh keseriusan dan perhatian para pihak terkait untuk membangun wilayah ini, banyak anak-anak yang berprestasi ada disini, kita jangan menutup mata dan mereka berhak mendapat pendidikan yang layak seperti anak di kota.” Kata Kakanwil.
Selain di dua Kabupaten itu, Kemenag juga akan hadir di Pedalaman Bener Meriah, yaitu di Simpur, Kemenag Aceh akan menjawab permintaan masyarakat setempat untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan di bawah kemenag, yaitu Madrasah, terutama tingkat dasar, pasalnya sejumlah anak yang sudah berumur tingkat menengah atas rata rata tidak bisa baca tulis, karena tidak mengenyam pendidikan.
“Semoga kita (Kanwil Kemenag Aceh) dan Kemenag Bener Meriah akan membangun Ruang Kegiatan Belajar (RKB) awal tahun ajaran baru ini,” kata Daud Pakeh sembari meminta dukungan dan partisipasi aktif masyarakat. Menurut Daud Pakeh, proses pembelajaran di Simpur juga akan diubah menjadi sekolah yang berbasis alam.
Pendidikan anak bangsa adalah tanggung jawab bersama, bergandeng tangan, bahu-membahu, bersinergi menjalankan peran dalam memajukan dan menguatkan pendidikan. Majulah pendidikan anak bangsa di seluruh negeri. Kobarkan semangat belajar. Wujudkan pendidikan yang berkarakter, guru, sarana dan prasarana merata di pedalaman pelosok negeri.
Tak hanya di beberapa wilayah itu, tentu kondisi hampir sama juga ada beberapa daerah daerah lain. Sebagai bentuk ikhtiar, Kemenag Aceh terus berusaha untuk hadir bagi pendidikan anak-anak negeri di pedalaman itu, di letak geografis sulit di jangkau, meski dengan kondisi sangat sederahana, demi mereka agar dapat mengenyam pendidikan. Maka tak heran kalau banyak kita temukan lembaga pendidikan madrasah berstatus swasta, ada di pedalaman dan sarana dan prasarana yang belum memadai. Perlahan, suasana berubah seperti MIS Kala Wih Iang dan MIS Al Kausar yang telah mempunyai sarana prasrana yang memadai dengan hadirnya kemenag untuk pendidikan mereka disana. Adventorial