Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mendorong adanya eksportir dari Aceh, sehingga kegiatan ekspor-impor akan berlangsung dari pelabuhan yang ada di Aceh.
Pasalnya menurut catatan BPS Aceh, sebagian besar ekspor komoditi asal Aceh dilakukan melalui pelabuhan di Suamtera Utara dan Jakarta.
Kepala BPS Aceh Wahyuddin menyebutkan, catatan BPS pada Februari 2019, sebesar 37,71 persen ekspor komoditi Aceh dilakukan lewat pelabuhan di luar Aceh, dengan nilai mencapai 23. 121. 958 USD.
“Kalau eksportirnya dari Aceh tentu kita akan mendapatkan nilai tambah, jangan Medan semua dapat nilai tambah. Kita harapkan misalnya di pelabuhan, yang tadinya tidak bekerja bisa bekerja, ini salah satu bagian meningkatkan kinerja masyarakat,” ujarnya.
Wahyudin mengatakan, komoditi terbesar yang diekspor melalui pelabuhan diluar Aceh adalah komoditi kopi arabika WIB atau Robusta OIB, tidak dipanggang tidak dihilangkan kafeinnya. yaitu sebesar 6. 281. 303 USD, yang diekspor melalui bandara Kuala Namu dan pelabuhan Belawan Medan, menuju ke sejumlah Negara dan terbesar ke Amerika Serikat.
“Yang dieskpor itu Arabika, bukan Robusta. Nilai jual Arabika itu lebih tinggi. Kalau kalian lihat kopi Starbuck itu sebenarnya itu kopi Aceh kebanyakan, kopi Gayo, kopi Arabica kita, dan saat kita pesan di Starbuck itu bisa sampai 64 ribu, padahal di kita cm 10 ribu,” tambahnya.
Selain itu kata da, jika ekspor melalui Aceh, maka nilai tambah juga akan diperoleh oleh Aceh itu sendiri. Oleh karenanya pemerintah dan pedagang atau eksportir di Aceh diharapkan bergerak di bidang kopi.
“Kita kalau pedagang kopi banyak, tapi eksportir tidak ada. Karena eksportir ini harus ada koneksi, misalnya kita kopi nya ekspor ke Amerika. harus jelas siapa yang nampung dan punya konektivitasnya,” pungkas Kepala BPS.