Anggota Komisi Hukum DPR RI asal Aceh Nasir Djamil mendukung langkah Pemerintah Aceh Besar yang mewajibkan pramugari maskapai penerbangan yang singgah di Aceh untuk mengenakan busana muslimah atau jilbab.
Selain bagian dari UU Nomor 44 Tahun 1999, langkah itu juga dinilai positif bagi pramugari yang beragam Islam.
Karena itu, kata Nasir, maskapai penerbangan diharapkan menerima dan konsisten menjalankannya. Jilbab bagi pramugari bukanlah sesuatu yang asing, sebab bagi maskapai penerbangan yang mengambil rute ke Arab Saudi untuk perjalanan umrah dan haji, pramugarinya mengenakan jilbab.
“Jadi tidak ada yang aneh. Karenanya saya heran kalau ada presenter televisi yang tidak nyambung dengan realita ini,” ujar Nasir Djamil
Politisi PKS itu juga mengharapkan kepada Pemerintahan Kabupaten Aceh Besar agar bisa menjelaskan aturan ini secara terang benderang saat ada wawancara dari media manapun.
Sebab kata dia, tidak dapat dipungkiri tentu ada saja pihak-pihak yang tidak suka, bahkan meremehkan aturan tersebut, “Pemerintah Aceh Besar jangan kuatir karena semua maskapai penerbangan setuju dan menerima aturan itu,” ujarnya.
Terakhir Nasir Djamil juga mendukung langkah Komisi Penyiaran di Aceh yang telah melayangkan surat ke Komisi Penyiaran Pusat terkait adanya salah satu presenter televisi yang dinilai melanggar kode etik jurnalistik saat mewawancarai Kepala Pemerintahan Aceh Besar Mawardi Ali beberapa waktu lalu.
Dalam surat itu, Komisi Penyiaran Pusat diminta memberikan sanksi kepada presenter tersebut. “Sebagai mantan wartawan, saya berharap agar wartawan yang bekerja di media manapu, jangan tendensius saat menanyakan soal pelaksanaan syariat Islam di Aceh, khususnya aturan jilbab bagi pramugari,” ujar Nasir Djamil.