Sebanyak 13 polisi nakal di jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Aceh dipecat atau pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH). Mereka dinilai melakukan kesalahan dan tidak kriminal yang tidak bisa ditolerir lagi.
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Aceh Irjen Pol Rio S Djambak mengatakan, para polisi yang di-PDTH ini berasal dari seluruh jajaran mulai dari Polda hingga Polres. Proses PDTH ini setelah melalui sidang etik kepolisian.
“Mereka sudah tidak bisa dipertahankan lagi, dari pada membuat citra Polri jelek lebih baik diberhentikan saja dari kedinasan,” tegas Kapolda Irjen Pol Rio S Djambak, Senin (2/1).
Jika dibandingkan dengan tahun lalu angka ini jauh lebih menurun. Pada tahun 2015 sebanyak 60 personel Polda Aceh diberhentikan dengan tidak hormat. Dari yang dipecat tersebut, 60 persen karena terlibat kasus narkoba dan selebihnya disersi.
Kapolda mengatakan, dalam tahun ini juga pelanggaran disiplin anggota Polda Aceh mengalami penurunan sebanyak 169 pelanggaran atau 42,98 perses. Dari 691 pelanggaran yang terjadi pada tahun 2015 menjadi 522 pelanggaran pada tahun 2016.
Dari 522 tersebut, yang melakukan pelanggaran disiplin sebanyak 394 kasus sedangkan yang melakukan pelanggaran kode etik profesi 128 kasus. Bila dilihat dari jumlah personel Polda Aceh secara keseluruhan sebanyak 14.447 personel maka persentase personel yang melakukan pelanggaran disiplin sebesar 3,6 persen.
“Ke depan, pembinaan pesonel akan terus kita lakukan agar polisi benar-benar bisa menjadi pelindung dan pengayom masyarakat,” ujar Rio.
Kasus Menonjol
Kapolda mengungkapkan, ada sejumlah kasus menonjol yang berhasil ditangani pihak kepolisian jajaran Polda Aceh. Dia ntaranya, penyerahan senjata api temuan sisa konflik oleh warga Pidie Jaya di Gampong (desa) Kumba berupa 1 pucuk senjata api pistol jenis fn pada 31 Januari 2016 atas kesadaran sendiri.
Polda Aceh juga ikut melakukan peledakan tiga kapal asing asal Thailand di perairan Kuala Langsa atau 5 mil laut dari Gampong Telaga Tujuh, Kecamatan Langsa Barat pada 5 April 2016. Ketiga kapal asing ini ditangkap saat melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia.
Salah satu yang menghebohkan yakni peledakan mobil anggota DPRK Bener Meriah di Desa Menderek Km 52, pada 18 September 2016. Akibat peledakan tersebut, tiga anggota keluarga anggota DPRK Bener Meriah tersebut meninggal dunia, termasuk istri dan anaknya.
Dalam kasus ini, ujar Kapolda, polisi berhasil mengungkap aktor intelektualnya yakni SZ yang juga istri muda anggota DPRK Bener Meriah tersebut dan AF alias Pipit yang juga adik kandung dari SZ.
Dalam penggunaan senjata api, Polda juga berhasil menangani kasus peledakan ruko di Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Oktober 2016 yang dilakukan IM alias Burak alias Atit. Kasus ini terkait utang piutang dan kini proses hukum sudah tahap P19.
Begitu juga kasus penembakan rumah milik Ibrahim di Gampong Cot Cantek, Kecamatan Sakti, Pidie pada 19 Oktober 2016 oleh pelaku AM, Zak, MH dan Rus. Saat ini proses hukum masih dalam penyidikan.
Sedangkan dalam kasus penggunaan bahan peledak (handak) peledak 1 jajaran Polda Aceh berhasil mengungkap kasus peledakan bom di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIb Lhokseumawe pada 23 Oktober 2016 dengan pelaku seorang napi atas nama F. Akibat perbuatannya ini tersangka mengalami luka berat dengan kedua tangan harus diamputasi.
Dalam kasus teror bom palsu di Vihara Budha Tirta, Lhokseumawe pada 6 November 2016 oleh Ir alias Aneuk Geutue alias Abu Rayeuk. Kemudian, teror bom palsu Gereja Methodis Bireuen pada 12 Desember 2016 yang juga dilakukan Ir alias Aneuk Geutue.
Kapolda menjelasrkan, dalam tahun 2017 ini kasus kejahatan bersenjata masih berpeluang terjadi. Selain karena Aceh merupakan daerah bekas konflik, provinsi paling ujung barat Sumatera ini juga akan menghadapi pilkada.
“Kami akan bekerja maksimal, demi keamanan Aceh. Siapa pun pelaku pelanggaran terlebih bersenjata api, akan ditindak tegas,” tandas Kapolda yang didampingi Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Goenawan. Analisa