Pemerintah Provinsi Aceh mencatat tidak kurang dari 20.000 pasangan belum memiliki dokumen hukum setelah merajut ikatan pernikahan yang dinilai telah sah secara agama Islam.
Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Provinsi Aceh Prof Syahrizal Abbas di Meulaboh, Rabu, mengatakan pasangan yang belum memiliki dokumen hukum tersebut adalah kaum fakir miskin dan pasangan yang menikah pada saat konflik di Aceh.
“Total yang sudah masuk data di Kantor Wilayah Kementrian Agama dan DSI Provinsi Aceh itu hampir 20.000 ribu pasangan, banyak sekali dari seluruh Aceh. Mereka ini adalah pasangan menikah saat konflik dan kaum fakir miskin,”sebutnya.
Pernyataan itu disampaikan usai membuka acara itsbat nikah di aula serba guna Kantor Bappeda Kabupaten Aceh Barat, itsbat nikah itu diikuti oleh 50 pasangan yang belum memiliki dokumen hukum, baik itu buku nikah, kutipan akta nikah dan akta kelahiran.
Program DSI tersebut bekerjasama dengan Kantor Wilayah Kemenag (Kanwil Kemenag) Provinsi Aceh, Mahkamah Syariah dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), program ini telah bergulir sejak 2014 dan segara menuntaskan dokumen hukum kepada 800 pasangan.
Prof Syahrizal menyampaikan, setelah mengikuti itsbat nikah yang diselenggarakan pemerintah, maka pasangan itu akan memiliki tiga dokumen hukum tersebut sekaligus dalam waktu satu hari, atau pihaknya menamakan program pelayanan “one the service”.
“Tahun pertama adalah persiapan, baru berjalan pada 2015-2016 ini dengan jumlah pertahun 400 pasangan, tahun ini sedang berjalan per kabupaten/kota itu 50 pasangan, sehingga target kita sampai 2016 berjumlah 800 pasangan,” sebutnya.
Dia mengatakan dalam itsbat nikah itu tidak dipungut biaya satu senpun, semuanya ditangani Pemerintah Provinsi Aceh, baik untuk biaya saksi nikah, membayar kewajiban didaftarkan ke Mahkamah serta semua kewajiban lain ditangung pemerintah.
Prof Syahrizal menyebutkan ada beberapa hal menjadi pertimbangan sangat serius untuk kelengkapan dokumen hukum pasangan sumai istri itu, pertama menyangkut masa depan anak, masalah penceraian, masalah harta warisan dan perlindungan hukum.
Kemudian sampai kepada pengurusan administrasi anak mau sekolah dan mendapatkan beasiswa di dalam maupun luar negeri, pasangan yang belum memiliki dokumen hukum tidak akan mendapat pelayanan dimanapun untuk kebutuhan seperti disampaikan itu.
“Bagaimana diproses, nikah saja tidak ada buktinya, walaupun hakim contohnya di Mahkamah Syariah itu mengetahui kami melihat betul, tapi secara legal formal tidak ada, akhirnya orang terkatung-katung tidak mendapat kepastian hukum,” tegasnya.
Prof Syahrizal menyampaikan program itsbat nikah adalah layanan nyata diterima masyarakat dari pemerintah, karenanya DSI untuk selanjut terus memplotkan anggaran untuk 400 pasangan per tahun sehingga semua pasangan di Aceh memiliki dokumen hukum.
Pemerintah Provinsi Aceh juga menaruh harapan kepada Pemerintah Kabupaten/kota untuk ikut menyelenggarakan kegiatan itsbat nikah, sebab tidak mungkin Pemprov Aceh memberikan donasi untuk semua, program itu pada dasarnya sebagai stimulus.
Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh meminta bantuan kerjasama Kanwil Kemenag Provinsi Aceh untuk menyukseskan program itu, sebab Kanwil Kemenag Aceh memiliki Kantor Urusan Agama (KUA) di seluruh kecamatan di Aceh.
“Jadi mereka bisa memilih siapa pasangan yang mengikuti itsbat nikah, mereka verifikasi data, kemudian data itu diajukan ke Mahkamah, diverifikasi barulah ada penepatan. Berdasar penetapan itu KUA mengeluarkan buku nikah, setelah ada buku nikah, Disdukcapil baru bisa mengeluarkan akta kelahiran,”katanya menambahkan.
ANTARA