Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyetujui pinjaman (utang) luar negeri Pemerintah Aceh melalui Bank Pembangunan Jerman (KfW) untuk mendanai pembangunan sejumlah rumah sakit regional pada Sidang Paripurna Khusus DPRA, Senin (24/10).
Dalam surat keputusan yang dibacakan Sekretaris Dewan (Sekwan), A.Hamid Zein SH, M.Hum menyebutkan, jumlah pinjaman dengan kurs rupiah lebih kurang sebesar Rp1.396.730.400.000 atau setara dengan 98.000.000 Euro, dengan jangka waktu pinjaman selama 15 tahun, termasuk masa tenggang lima tahun.
Adapun bunga pinjaman sebesar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 40/PMK.05/2015 tentang Tingkat Suku Bunga dan Penatausahaan Penerusan Pinjaman Luar Negeri. Sedangkan untuk biaya komitmen, manajemen, dan lain-lainya sebesar yang ditetapkan oleh pemberi pinjaman.
Sementara Ketua DPRA, Tgk Muharuddin berharap rumah sakit regional yang dibangun dengan dana pinjaman tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung program strategis di bidang kesehatan dalam melayani kebutuhan masyarakat Aceh.
Dengan pinjaman luar negeri tersebut, Pemerintah Aceh akan melakukan pembangunan tiga rumah sakit regional dan satu unit pusat unggulan pengobatan kanker di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh.
Tiga Rumah Sakit yang akan dibangun dan dikembangkan menjadi rumah sakit regional, yaitu RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh, RSUD dr Fauziah Birueun, dan RSUD Datu Beru Aceh Tengah.
Sidang piripurna tersebut turut dihadiri Asisten II Setda Aceh, Zulkilfi Hs, Asisten III Syahrul Badruddin serta sejumlah Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).
Kecam keras
Sementara itu, mahasiswa Aceh yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Pembela Aceh (KAMPA) mengecam keras DPRA menyetujui pinjaman atau utang luar negeri Pemerintah Aceh kepada Bank KFW Jerman untuk mendanai pembangunan rumah sakit regional itu.
Penolakan dan kecaman disampaikan saat mereka menggelar aksi unjukrasa di gedung DPRA, Senin (24/10). Aksi tersebut berlangsung saat DPRA menggelar sidang persetujuan. Mereka menyebutkan, jika DPRA menyetujui peminjaman tersebut berarti melanggar Qanun Pengelolaan Keuangan Aceh Pasal 3 Ayat 1.
“Pinjaman ini bersifat riba. Ini melanggar Qanun Pengelolaan Keuangan Aceh Pasal 3 Ayat 1, di mana keuangan Aceh harus dikelola dengan prinsip-prinsip ke-islaman,” kata Koordinator Aksi, Feri Fadhil.
Dikatakan, segenap mahasiswa yang melakukan aksi sangat menyetujui pembangunan rumah sakit regional. Sebab, hal itu merupakan kepentingan seluruh masyarakat Aceh.
“Kenapa harus berutang, kita mengingat ada dana Otonomi Khusus yang setiap tahun anggaran selalu SiLPA. Sisa lebih anggaran APBA malah terpakai untuk hal yang tidak penting. Tidak dengan berutang, kita jadikan suatu solusi,” jelasnya.
Feri Fadli menyatakan, DPRA mengadakan sidang paripurna menyetujui rekomendasi terkait utang luar negeri Pemerintah Aceh ke Bank Jerman dengan nilai Rp1,396 triliun.
Gubernur selaku kepala pemerintahan harus mendapatkan persetujuan legislatif jika ingin mengajukan utang. Karenanya, massa Kampa mendatangi DPRA guna menyampaikan penolakan utang luar negeri. Sebab, utang tersebut akan membebani generasi muda Aceh untuk 15 tahun ke depan.
“Kami menolak utang luar negeri. Aceh ini kaya akan sumber daya. Karena itu, kami menyerukan para anggota dewan tidak menyetujui utang luar negeri tersebut,” tegasnya.
Untuk itu, Kesatuan Aksi Mahasiswa Pembela Aceh mendesak Pemerintah Aceh dan DPRA membatalkan rencana peminjaman uang ke luar negeri. Sebab, hutang tersebut akan menjadi beban selamanya.
Usai menyampaikan tuntutannya, massa mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi itu dipersilakan masuk ke ruang sidang utama DPRA guna menghadiri sidang paripurna. Unjukrasa yang berjalan tertib tersebut mendapat pengawalan ketat personel kepolisian dipimpin Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol T.Saladin.
ANALISA