Kota Lhokseumawe, provinsi Aceh mengalami inflasi tertinggi kedua di Indonesia dari 82 Kota yang di survei Indek Harga Konsumen (IHK) pada bulan September 2016.
Kota Lhokseumawe mengalami inflasi sebesar 1,44 persen. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Kota Sibolga, Sumatera Utara sebesar 1,85 persen.
Disamping kota Lhokseumawe, kota pemantau inflasi di Aceh lainnya masing-masing Kota Banda Aceh dan Kota Meulaboh juga masuk sepuluh besar tertinggi, masing-masing Banda Aceh sebesar 0,78 persen dan Meulaboh sebesar 0,83 persen.
Hal demikian diungkapkan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Wahyuddin pada kegiatan realease berita statistik bulan September 2016 di kantor BPS setempat, Senin (03/10).
Wahyuddin mengatakan masih tergolong tingginya angka inflasi di kota-kota pemantau inflasi di Aceh harus menjadi perhatian serius Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Ia berharap agar TPID memetakan komoditi-komoditi yang mengambil andil tinggi terhadap inflasi di kota-kota tersebut.
Ia menyebutkan setidaknya ada 20 jenis barang dan jasa yang dominan memberikan andil terhadap inflasi maupun deflasi.
”Jadi tiga-tiga kota pemantau di Aceh masuk sepuluh besar nasional, sehingga Aceh inflasi sebesar 0,98 persen, dan ini tinggi untuk pemantau secara bulanan, dan mempengaruhi daya beli masyarakat,”lanjutnya.
Wahyuddin mengingatkan tingginya inflasi akan berdampak pada turunnnya daya beli di masyarakat, hal ini akan berdampak pada semakin tingginya angka kemiskinan di Aceh. Oleh karena itu ia berharap agar TPID mengambil tindakan agar tidak membebani masyarakat.
Pada kesempatan itu Wahyuddin juga memaparkan inflasi di pedesaan Aceh. Menurutnya dari 10 provinsi di sumatera seluruhnya terjadi inflasi dan inflasi tertinggi terjadi di provinsi Aceh yang mencapai 0,94 persen. Inflasi yang terjadi dipedesaan Aceh terjadi disebabkan oleh kenaikan indeks kelompok bahan makanan sebesar 1,95 persen, diikuti sandang 0,46 persen.