Objektivitas hasil tes kesehatan, baik fisik maupun bebas narkotika, terhadap sejumlah bakal calon kepala daerah yang dilaksanakan penyelenggara Pilkada Aceh, dipertanyakan. Bahkan, seorang bakal calon menduga kuat telah terjadi politisasi dalam uji kesehatan tersebut.
Karenanya, selain melayangkan protes dan meminta tes kesehatan itu diulang, kandidat yang dinyatakan gagal berencana mengajukan gugatan. Di sisi lain, pemerintah pusat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat diminta untuk memantau secara cermat pelaksanaan Pilkada Aceh. Khusus BNN Pusat diharapkan ikut menguji kesehatan para kandidat dari sisi bebas narkotika.
Bakal calon Bupati Aceh Utara dari jalur independen, H Sulaiman Ibrahim, salah satu yang dinyatakan tidak lolos tahapan ini, kepada Analisa di Medan, Minggu (2/10), secara terbuka mempertanyakan objektivitas penyelenggara Pilkada Aceh 2017 dalam tahapan tes kesehatan ini. Dia terkejut sekaligus heran atas hasil tes itu.
Diungkapkannya, berdasarkan pengumuman, ada kandidat yang terlihat secara fisik tak memenuhi syarat, namun dinyatakan lolos. Sebaliknya, dia yang merasa sehat, ternyata gagal.
“Kita objektif saja. Misalnya Doto Zaini Abdullah (bakal calon Gubernur Aceh). Masyarakat bisa melihat dan menilai langsung tingkat kesehatan fisiknya saat mengikuti pemeriksaan kesehatan atau saat uji kemampuan membaca Quran. Tapi, dia dinyatakan lulus. Seorang bakal calon Walikota Langsa yang pingsan dan menjalani perawatan di rumah sakit di Banda Aceh, juga dinyatakan layak,” katanya.
“Sementara, saya yang mengikuti tahapan itu dan dalam kondisi fisik yang baik-baik saja dinyatakan gagal memenuhi persyaratan fisik untuk menjadi bupati,” ungkapnya merujuk surat hasil pemeriksaan kesehatan dari Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh yang ditandatangani direkturnya, dr Fachrul Jamal, SpAn KIC.
Tanpa Tes Rambut
Kejanggalan lain yang dirasakannya adalah tes bebas narkotika. Tes tersebut hanya memeriksa sampel urine. Semestinya, uji bebas narkoba tersebut mencakup tes rambut. Namun, tes ini tidak dilakukan. Karena tidak adanya uji sampel rambut, beberapa bakal calon yang menurutnya terindikasi sebagai pemakai, bisa lolos uji kesehatan.
“Ada beberapa kandidat yang sebenarnya diragukan bebas narkoba, tapi lolos tes kesehatan ini. Bahkan, salah satunya yang berasal dari Aceh Utara pernah terlibat kejahatan ini. Masyarakat tahu itu,” ungkapnya.
Sulaiman Ibrahim juga mempertanyakan surat hasil pemeriksaan kesehatan yang dikeluarkan RSUDZA. Surat itu tanpa tanggal. Juga ditandatangani direkturnya. Padahal, berdasarkan pengalamannya pada Pilkada Aceh Utara lima tahun lalu, surat itu seharusnya ditandatangani ketua tim pemeriksa kesehatan.
Dugaannya, tidak lolosnya dia dalam tes kesehatan tersebut karena adanya intervensi dari salah satu kandidat melalui dua oknum di KIP Aceh Utara. Dugaan ini berdasarkan ucapan yang disampaikan kedua oknum itu kepada tim pemenangannya. Keduanya menyatakan bahwa nasib Sulaiman ditentukan pada 29 September 2016. Ternyata, Sulaiman tidak lolos tes kesehatan.
Berdasarkan itulah, dia dan kandidat lainnya yang dinyatakan tidak lolos melayangkan surat protes kepada Komite Independen Pemilihan (KIP) dan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh Utara. Dia meminta pemeriksaan kesehatan atas mereka, khususnya dirinya, diulang.
“Saya bahkan siap menjalani tes kesehatan tersebut di luar negeri untuk mendapatkan hasil yang lebih objektif,” tegasnya.
Bakal calon jalur independen ini menegaskan, permintaannya ini bukan untuk kepentingannya. Namun, demi tegaknya pilkada yang adil dan demokratis yang selama dua kali pilkada lalu belum terlaksana dengan baik.
“Melalui pilkada ini kita harapkan lahir pemimpin-pemimpin Aceh yang bersih sesuai harapan masyarakat. Masyarakat bisa memilih calon pemimpinnya yang berkualitas, bebas intimidasi dan berdasarkan hati nuraninya demi kemajuan Aceh, bangsa, dan negara ini di masa depan,” katanya.
Melapor ke Polda
Ketua dan Wakil Ketua Tim Sulaiman-Razali (Sura), T Jailani SPd dan Amrizal SE, kepada Analisa juga mengaku kaget atas hasil pemeriksaan kesehatan itu.
“Sangat janggal Pak Sulaiman dinyatakan tidak lolos uji kesehatan. Sementara, kandidat lain yang secara kasat mata fisiknya sudah tidak memenuhi syarat kesehatan, tetap dinyatakan lolos,” katanya.
Diakui, RSUDZA dengan fasilitas canggihnya merupakan rumah sakit terbaik di Aceh. Tapi, itu belum didukung tenaga yang memadai yang mampu mengoperasikannya. Indikasinya, masih banyaknya masyarakat Aceh yang berobat ke Medan, bahkan Malaysia. Karenanya, nilainya, objektivitas hasil tes pemeriksaan patut dipertanyakan.
Selain itu, posisi RSUDZA yang merupakan rumah sakit pemerintah juga dipertanyakan. Pihaknya khawatir akan independensinya, terutama terhadap kandidat petahana (incumbent), baik bakal calon gubernur maupun bupati/walikota.
Karena itu, pihaknya akan melaporkan hasil tes kesehatan ini ke Polda Aceh. Langkah serupa juga sudah dilakukan dua kandidat yang dinyatakan tidak lolos, masing-masing dari Pidie dan Aceh Tamiang.
Dia berharap penyelenggara Pilkada Aceh, khususnya Aceh Utara, menanggapi serius protes yang diajukan pihaknya. Bila tidak, bersama pendukungnya–pasangan independen Sulaiman Ibrahim dan Razali didukung oleh 32 ribu pendukung–akan berunjuk rasa ke KIP dan Panwaslih Aceh Utara. Mereka juga akan turun ke jalan sebagai bentuk protes.
Jaga Independensi
Tokoh masyarakat Aceh Utara, Drs Amiruddin, yang dimintai pendapatnya oleh Analisa melalui telepon seluler mengingatkan jajaran penyelenggara Pilkada Aceh, khususnya Aceh Utara, supaya benar-benar independen. Jangan sampai ada kandidat yang dirugikan.
Kementerian Dalam Negeri, KPU Pusat, dan Bawaslu, sebaiknya benar-benar mengikuti dan terlibat aktif dalam seluruh tahapan pilkada. BNN Pusat juga didorong untuk terlibat dalam uji kesehatan bebas narkotika yang merupakan aspek kesehatan penting yang harus dimiliki para calon pemimpin Aceh ke depan.
“Kejadian yang menimpa pasangan ‘Sura’ dan kandidat lainnya di Aceh, harus menjadi pelajaran dan ditindaklanjuti dengan adil. Ini demi membangun Aceh masa depan yang demokratis dan bermartabat,” demikian Amiruddin. Analisa