Majelis Permusyarawatan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh menggelar Lokakarya Sertfikasi Kehalalan Produk. Lokakarya yang diiukiti 40 peserta ini dibuka oleh Asisten Bidang Pemerintahan Setdakota Banda Aceh, Bachtiar, Selasa (23/8/2016) di Aula Lantai IV, Gedung A Balaikota Banda Aceh.
Mewakili Walikota Banda Aceh, Bachtiar mengatakan Pemko Banda Aceh yang megusung visi menjadikan Banda Aceh sebagai model kota madani sangat mengapresiasi inisiatif penyelenggaraan Lokakarya Sertifikasi Produk Kehalalan tahun 2016 yang yang digelar MPU. Menurutnya, kegiatan tersebut adalah keharusan untuk dilaksanakan.
“Sebagai daerah yang sedang giat-giatnya terhadap penegakan syariat Islam secara menyeluruh dalam semua sektor kehidupan, maka sudah seharusnya bagi kita untuk memastikan semua makanan yang beredar di pasaran dan dikonsumsi oleh umat islam adalah halal,” ujar Bachtiar.
Lanjutnya, konsumsi produk atau makanan halal bagi umat Islam adalah kewajiban, karena makanan yang dikonsumsi juga sangat akan menentukan kualitas ibadah dalam kehidupan sebagai muslim.
Bachtiar berharap, lokakarya ini dapat membuka berbagai masalah sekaligus menemukan solusi terhadap berbagai macam masalah peredaran dan konsumsi produk halal. “Karena itu, kiranya forum ini benar-benar akan mampu memecahkan berbagai persoalan yang mungkin dihadapi dalam rangka mewujudkan sertifikasi makanan atau produk halal di Kota Banda Aceh,” harap Bachtiar.
Bachtiar juga memastikan, setelah lokakarya digelar dan terbentuknya tim pengawasan, maka Pemko akan melakukan mengagendakan pengawasan rutin dengan jadwal yang ditentukan untuk mengawasi makanan dan produk mulai dari proses penyediaan bahan baku, peredaran makanan baik yang telah dibungkus ataupu belum hingga pengawasan jajanan di sekolah.
“Itu akan kita awasi nanti, mulai dari proses penyediaan bahan baku, peredaran makanan kemasan hingga jajanan di sekolah-sekolah harus bebas dari formalin, zat pewarna dan zat-zat berbahaya lainnya,” ungkap Bachtiar.
Sementara itu, Ketua MPU Tgk Karim Syeihk yang menyampaikan memang perlu ada perbaikan dan penyempurnaan tata cara penyembelihan, baik ungags maupun non ungags di Banda Aceh sehingga sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
“Sejak dari penyembelihan hingga pasca penyembelihan, prosesnya harus disiapkan. Misalnya alat-alat untuk menyembelih seperti pisau harus benar-benar tajam dan dipastikan sebelumnya tidak digunakan untuk mencincang hewan yang haram, seperti biawak. Kemudian yang menyembeih harus muslim atau ahlul kitab, baligh dan sehat rohaninya. Minimal hal-hal seperti ini harus kita sosialisasikan ke masyarakat,” ujar Tgk Karim.
Lokakarya berlangsung selama dua hari (23 s/d 24 Agustus) yang diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, yakni Imam Masjid, Pengusaha Rumah Potong, Akademisi, Badan Pengawas pasar, Dai/Khatib dan unsur Kepolisian.
Panitia menghadirkan beberapa pemateri, diantaranya Prof DR Muslim Ibrahim yang membahas materi terkait ‘Penyembelihan dalam persfektif Islam’. Asisten Bidang Pemerintah Setdakota, Bachtiar S Sos juga tampil sebagai pemateri yang membahas ‘Peran Pemerintah Dalam Pengawasan Penyembelihan Yang Halal dan Higienis’. Kemudian Suparno, salah satu pengusaha gerai makanan yang mengupas materi ‘Tanggung Jawab Pengusaha Terhadap Penyembelihan Yang Halal dan Higienis’. Pemateri lainya juga tampil Ketua Komisi D, Farid Nyak Umar yang memberikan materi ‘Peran DPRK Dalam Pembuatan Qanun Tentang Penyembelihan Yang Halal dan Higienis’. Pemateri terakhir, tampil unsur BBPOM dengan materi ‘Tanggung Jawab BBPOM Aceh Terhadap Penyembelihan Halal dan Higienis’.