Forum Anti-Korupsi dan Transparansi Anggaran (FAKTA) mendesak penegak hukum segera menuntaskan kasus-kasus korupsi anggaran di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Subulussalam yang selama ini menunggak.
Dalam catatan lembaga antikorupsi itu, di antara kasus yang proses hukumnya masih tertahan antara lain, kasus korupsi pengadaan buku tahun 2012, korupsi sejumlah proyek pembangunan jalan 2014, kasus yang diungkap FAKTA terkait dugaan korupsi dana hibah Pemko Subulussalam Rp2,2 miliar tahun 2010, korupsi pengadaan tanah bernilai miliaran rupiah hingga yang paling anyar kasus dugaan korupsi pemberian izin HGU di areal Kawasan Ekosistem Lauser (KEL).
“Penuntasan ini penting dilakukan agar pihak-pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum,” ujar Koordinator Badan Pekerja FAKTA, Indra P Keumala, Minggu (26/4) di Banda Aceh.
Indra mengatakan, berdasarkan penulusuran pihaknya diperoleh indikasi bahwa sebahagian besar dugaan korupsi tersebut turut melibatkan pejabat penting di lingkungan Pemkot Subulussalam. Indra merujuk pada kasus pengadaan buku, sinyalemen keterlibatan pejabat tertentu dalam kasus korupsi yang anggarannya bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) senilai Rp1,2 miliar tersebut begitu terang benderang.
“Namun sayang keterlibatannya diamputasi dan yang terjerat hanya sebatas oknum kecil yang cuma berperan menjalankan perintah,” tudingnya.
Indra mengungkapkan, ada keanehan dari lambannya Kejaksaan Negeri Singkil menuntaskan kasus korupsi yang sejak 23 Oktober 2013 lalu sudah menetapkan Muzir selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Pendidikan Kota Subulussalam sebagai tersangka. “Kami berharap kasus ini dapat diungkap hingga tuntas. Jangan ada upaya mengulur-ulur apalagi menutupi-nutupi keterlibatan pihak tertentu,” tegasnya.
Hal aneh lainnya juga disinyalir terjadi pada pengungkapan kasus penyimpangan sejumlah proyek pembangunan jalan tahun 2014 oleh dinas Pekerjaan Umum Kota Subulussalam. Kepolisian Resort (Polres) Aceh Singkil selaku institusi yang menangani perkara tersebut selama ini tidak menjelaskan secara terbuka kepada publik terkait detail penyimpangan yang terjadi pada proyek dengan nilai Rp14,2 miliar.
“Agak terasa janggal kalau polisi berani menduga bahwa pelaksanaan proyek tersebut pekerjaannya tidak beres tetapi anggaran dicairkan 100 persen, sementara di sisi lain kepolisian menyatakan belum menemukan unsur penyimpangannya,” terang Indra.
Indra memaparkan, berdasarkan monitoring pihaknya diperoleh informasi bahwa proyek tersebut nyatanya memang tidak selesai tepat waktu sesuai kontrak namun entah bagaimana pihak rekanan justru berhasil melakukan pencairan anggaran 100 persen. “Ada indikasi terjadinya laporan fiktif terhadap progress pengerjaan proyek. Tentu banyak pihak yang terlibat dalam upaya memuluskan pencairan anggaran meski pengerjaannya tidak selesai,” sergah Indra.
Ditambahkannya, Anasri, selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Subulussalam bersama-sama oknum rekanan wajib dimintai pertanggungjawaban secara hukum. “Untuk itu kami masih menaruh harapan besar agar Polres Singkil menunjukkan integritasnya sebagai institusi yang benar-benar menegakkan hukum dan menuntaskan kasus tersebut tanpa pandang bulu,” tegasnya mengingatkan.