Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Irjen Pol Bachtiar H.Tambuna, SH,MH mengungkapkan, setiap hari sebanyak 50 orang meninggal dunia akibat mengkonsumsi narkoba baik jenis ekstasi, sabu-sabu maupun ganja. Kondisi ini membuat Indonesia menyatakan darurat narkoba.
Karenanya, segenap lembaga pemerintah dan komponen masyarakat harus bersama-sama secara agresif dan humanis mengatasi masalah Narkotika dari akar-akarnya. Upaya bersungguh-sungguh dan agresif untuk menurunkan produksi ganja dan meningkatkan kewaspadaan lingkungan di sekitar serta membentengi keluarga dari ancaman bahaya narkotika.
Dikatakan, masalah narkotika yang sama-sama dihadapi saat ini adalah meningkatnya angka permintaan narkoba setiap tahun yang diimbangi semakin beraninya sindikat narkotika menanam dan mengedarkan ganja, memproduksi dan menyelundupkan sabu-sabu maupun ekstasi di dalam dan dari luar negeri.
“Kita semua pihak prihatin terhadap masalah yang dihadapi bangsa ini, namun tidak boleh terus berlarut-larut dalam keprihatinan tetapi harus diimbangi dengan upaya serius,” tegas Bachtiar saat membuka Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Bidang Pemberdayaan Alternatif di salah satu hotel berbintang Banda Aceh, Selasa (17/3).
Dikatakan, berdasarkan Data Dit Narkoba Polda Aceh pada Desember 2014, penyitaan lahan ganja di Aceh dalam kurun waktu 5 tahun (2010-2014) terjadi penurunan luas lahan dan produksi ganja. Total penurunan sitaan lahan ganja dalam 5 tahun sebesar 140 hektare atau rata-rata 28 hektare per tahun.
Namun, penurunan tersebut harus terus dilakukan dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam melaporkan setiap aksi penanaman oleh petani ganja. Berdasarkan laporan Polda Aceh, semua operasi eradikasi ganja yang dilaksanakan berawal informasi yang dilaporkan masyarakat.
Pemberdayaan Alternatif
Upaya lain yang jauh lebih penting adalah melanjutkan program pemberdayaan alternatif bagi wilayah-wilayah yang teridentifikasi sering dijadikan lokasi penanaman ganja oleh sindikat jaringan narkotika.
Survey pemetaan lahan ganja oleh BNN dan 6 universitas se-Aceh masing-masing Universitas Syah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Universitas Samudra Langsa, Universitas Muhammadiyah Banda Aceh, Universitas Teuku Umar Aceh Barat, Universitas Malikussaleh Aceh Utara, dan IAIN Ar Raniry Banda Aceh tahun 2010, teridentifikasi dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh, tercatat ada delapan kabupaten dijadikan sasaran lokasi penanaman ganja, yaitu Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Bireuen, Pidie, Nagan Raya, dan Gayo Lues.
Dikatakan, selama 5 tahun berjalan BNN dan BNNP Aceh baru menggarap 2 lokasi, yaitu Aceh Besar dan Bireuen secara berkelanjutan. Pada dua lokasi tersebut telah dilakukan alih fungsi lahan ganja seluas 253 hektare dan pembinaan petani sebanyak 296 orang.
Mereka dibekali dengan keterampilan pertanian dan non pertanian. Pada budidaya pertanian, petani-petani tersebut telah dibekali pengetahuan tentang budi daya nilam, kakao, kopi, jabon, kunyit, cabe, dan buah-buahan. Kini hasil pembekalan, lanjut mantan Kapolda Kalimantan Tengah ini, telah memandirikan petani menanam komoditi-komoditi di lahan milik masing-masing dan sebagian telah menikmati hasil panennya, sedangkan sebagian lagi sebagai investasi yang 2-3 tahun lagi dapat dipetik hasilnya.
“Pada anggaran 2015-2019, BNN berencana terus melakukan percepatan pada daerah survey dan lokasi-lokasi penanaman Ganja baru seperti, Gayo Lues, Pidie Jaya dan Aceh Besar (Seulimeum, Indrapuri, Suka Makmur, Kuta Cot Glie),” tandas Bachtiar. (analisa)