Penerapan syariat Islam hingga saat ini di Provinsi Aceh belum bisa diimplementasikan secara kaffah (menyeluruh) dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, sehingga wujud dari inti syariat itu sendiri kurang terasa.
Salah satunya, yang belum bisa tersentuh oleh syariat adalah bidang ekonomi sebagai salah satu bagian dari bidang muamalah, dan juga bidang pendidikan.
Akibat penerapan syariat yang masih parsial pada bidang tertentu saja seperti hukuman (uqubat) cambuk terhadap pelaku pelanggaran syariat Islam seperti khamar (minuman keras), maisir (judi), khalwat (mesum) dan razia jilbab, telah menyebabkan salah pemahaman di tengah masyarakat awam seolah-olah syariat Islam hanya di bidang jinayah saja.
Demikian antara lain disampaikan Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah (MS) Provinsi Aceh, Ustaz Drs. HM Jamil Ibrahim SH, MH saat menjadi pemateri pada pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (28/1) malam.
“Yang kita rasakan sekarang di tengah masyarakat Aceh, pemahaman syariat Islam belum dipahami secara kaffah, tapi masih parsial karena dalam implementasinya masih terbatas pada jinayah saja, yang pokok seperti ekonomi dan pendidikan belum terlihat,” ujar Ustaz Jamil Ibrahim.
Dijelaskannya, dengan adanya UU Nomor11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU-PA), Provinsi Aceh mendapatkan kekhususan dalam penerapan syariat Islam. Kekhususan yang dimaksud adalah kebebasan dalam menjalankan syariat Islam.
Hal ini tentunya menjadi sebuah peluang besar bagi Aceh untuk membuktikan bahwa Islam dengan semua sistemnya dapat menyelesaikan seluruh masalah umat. Adapun sistem yang dimaksud bukanlah sistem yang parsial pada satu dua bidang saja, namun sistem yang universal meliputi seluruh dimensi kehidupan masyarakat.
Bahkan, khusus tentang ekonomi syariah yang di dalamnya juga termasuk perbankan syariah, juga diatur dengan tegas dalam Pasal 155 ayat 1 UU-PA yang berisi, “Perekonomian di Aceh diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing demi terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, keadilan, pemerataan, partisipasi rakyat dan efisiensi dalam pola pembangunan berkelanjutan”.
“Implementasi syariat Islam termasuk bidang ekonomi, menjadi amanah bagi para pemimpin Aceh. Jika ini berhasil dilaksanakan dengan baik, maka dapat dipastikan Aceh menjadi model penerapan sistem syariah dalam seluruh aspek kehidupan masyarakatnya. Hal ini tentunya juga akan memberikan pemahaman berbeda kepada masyarakat dunia yang masih skeptis terhadap syariat Islam. Namun, sebaliknya jika Aceh gagal menerapkannya dengan baik, maka itu juga menjadi preseden buruk bagi Islam di mata dunia. Karenanya, butuh keseriusan pemerintah dalam mendesain aturan dan kebijakan yang benar-benar mencerminkan syariat Islam dengan baik sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri,” ungkapnya.
Terhadap pembentukan perbankan syariah milik pemerintah daerah di Aceh, Ustaz Jamil juga berharap agar itu secepatnya bisa direalisasikan oleh pimpinan Aceh, karena ini juga merupakan bagian yang paling penting dari penerapan syariat Islam yang kaffah.
“Saya sudah beberapa kali menyampaikan kepada Gubernur Aceh, bahwa pembentukan bank syariah ini harus menjadi prioritas pembangunan syariat Islam di Aceh di bidang ekonomi. Tapi kemarin yang kita dengar masih ada kendala soal penyertaan modal, mudah-mudahan ini cepat diselesaikan untuk kemaslahatan kita bersama,” terangnya.
Ia mencontohkan Inggris, yang bukan negara Islam atau bukan merupakan negara yang berpenduduk muslim mayoritas sebagaimana Indonesia, tapi saat ini telah menjadi salah satu pusat ekonomi Islam di dunia dengan keberadaan lembaga keuangan syariah.
Pada kesempatan itu, Ustaz Jamil Ibrahim juga menegaskan, pelaksanaan syariat Islam secara kaffah akan bermanfaat bagi seluruh umat manusia, karena karakter Islam itu sendiri adalah Rahmatan Lil Alamin.
“Kehadiran syariat Islam itu justru menguntungkan manusia, sesuatu yang pantas dan cocok untuk semua zaman. Tidak ada agama lain sesempurna Islam. Syariat Islam tidak bertentangan dengan HAM, justru Islam ingin menegakkan hak asasi manusia. Di dunia ini hingga akhir zaman nanti, tidak ada satupun hal ilmiah yang bertentangan dengan Islam dan Al-Qur’an,” tegasnya seraya menambahkan, tidak satupun hal penting yang luput dari ajaran syariat Islam.
Hanya saja, lanjutnya, di akhir-akhir zaman saat ini, syariat Islam mulai dianggap asing, bahkan di tengah umat Islam sendiri tidak lagi terbiasa dengan ajaran Islam dan perintah Al-Qur’an.
“Rasulullah SAW pernah mengingatkan, bahwa Islam ketika datang ke dunia ini pernah dianggap asing oleh manusia, dan suatu saat nanti Islam juga akan menjadi asing dalam kehidupan manusia,” jelasnya.
Namun, katanya, di tengah sebagian manusia merasa asing dengan syariat Islam, justru di belahan dunia lain di negara maju seperti Eropa dan Jepang, orang non muslim justru terus berbondong-bondong tiap hari masuk Islam dengan penuh keyakinan.
“Di Eropa dan beberapa negara maju lainnya, tiap hari orang disana masuk Islam, sehingga Islam semakin mendapat tempat di masyarakat negara Barat. Karenanya, jangan sampai kita orang yang lahir dalam Islam, justru ditarik masuk ke agama lain dengan berbagai program misionaris, dan secara pelan-pelan meninggalkan ajaran Islam,” sebutnya.