Gerakan anti Korupsi (Gerak Aceh) menuding pemerintah Aceh kembali mengalokasi anggaran untuk KORPRI sebesar Rp 5,6 Milyar pada APBA tahun 2015.
Alokasi anggaran untuk Korpri dinilai hanya mewarisi pola penganggaran masa lalu. Lembaga ini menurut Gerak Aceh tidak efektif lagi dan hanya menyebabkan pemborosan anggaran.
“Lihat saja lembaga ini hanya diperuntukan oleh orang-orang yang dianggap “tidak terpakai” dalam pemerintah lagi atau pensiunan. Lembaga paguyuban ini tidak memiliki landasan yang kuat jadi untuk apa dipertahankan,” ujar Fernan, Kepala Devisi Advokasi kebijakan publik Gerak Aceh, Senin (05/01).
Selain itu ia merincikan ada empat item Belanja program yang sarat dengan potensi korupsi berupa Belanja Hibah/Bansos, Belanja tak terduga dan Bantuan Alokasi Khusus mencapai Rp 4,4 Triliun.
Padahal menurutnya KPK sudah mewarning peruntukan alokasi tersebut harus bisa dicegah dari penyalahgunaan sebagaimana surat edaran kepada seluruh Gubernur melalui surat Nomor B-14/01-15/01/2014. “Terlebih lagi perlu dipertanyakan perencanaan mekasnisme penyaluran dan pengawasan di lapangan,”
Selanjutnya ia juga mempertanyakan alokasi anggaran untuk Kantor Penghubung Pemerintah Aceh di Jakarta sebesar Rp 10 Milyar, pihaknya menilai anggaran tersebut sebagai bentuk pemborosan anggaran yang hanya digunakan oknum pejabat dan kelompoknya saja.
Kemudian pihaknya juga mengkritisi pengalokasian anggaran untuk pengadaan tanah/ kawasan sebesar Rp 222 milyar yang berada pada Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh (DPKA).
“Kemudian Dinas Sosial mengalokasikan anggaran sebesar Rp 53 Milyar untuk Program Pemberdayaan korban bencana sosial daerah konflik. Anehnya anggaran sebesar itu dialokasikan untuk enam juta korban konflik. Hal ini juga menjelaskan perencanaan yang keliru sehingga penyelesaiaan reintregrasi belum selesai-selesai hingga saat ini,” ujarnya merincikan.
Selain itu pengalokasian anggaran di Badan Investasi dan Promosi Aceh (Bainprom) sebesar Rp 5,19 milyar untuk program Peningkatan Promosi kerjasama investasi dan pengembangan unggulan daerah dinilai tidak memiliki dampak apapun terhadap kemajuan investasi daerah.
“Setiap program yang diusulkan seharunya memiliki indikator yang jelas tidak hanya menghabiskan anggaran untuk kegiatan seremonial saja tanpa ada korelasinya,” jelasnya.
Selanjutnya pengalokasian anggaran untuk pemeliharaan peralatan dan perlengkapan rutin di Biro umum yang totalnya sebesar Rp 8,5 Milyar juga dinilai sarat dengan pemborosan anggaran.
“Perlu dipertanyakan juga terkait kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Dana Berbantuan yang dialokasikan sebesar Rp 5,1 Milyar pada Biro Administrasi dan Pembangunan. Termasuk juga kegiatan Koordinasi dan Pembinaan Kesejahteraan Sosial yang dialokasikan sebesar Rp 700 Juta pada Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Sosial,” ujarnya lagi.
Pemborosan lainnya terdapat di alokasi Belanja Gaji Pegawai dan Tambahan Penghasilan PNS yang terdapat di tiga SKPA. Alokasi di Sekretariatan Dewan sebesar Rp 5,9 Mliyar. Alokasi di Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebesar Rp 2,5 Milyar. Dan di Sekretariat Daerah Provinsi yang mencapai Rp 88 Milyar.