Kejaksaan Agung Republik Indonesia didesak melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi yang merugikan keuangan Negara lebih dari Rp8,2 milyar pada proyek pengadaan alat kesehatan MRI-3 Tesla Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA) Banda Aceh.
Desakan itu disampaikan Forum Anti Korupsi dan Transparansi Anggaran (FAKTA) menyusul penetapan status tersangka terhadap mantan direkturnya, dr. Taufik Mahdi, SpoG, sekaligus menyikapi putusan bebas tingkat kasasi dalam perkara yang sama terhadap dua oknum lain yaitu Kartini Hutapea selaku direktur PT. Kamara Idola, perusahaan pelaksana proyek, dan Suryani, S.Sos selaku panitia pelelangan.
“Upaya PK mutlak dilakukan untuk menjawab rasa keadilan. Karena, proses peradilan kasus ini terkesan agak aneh terutama soal penerapan pasal oleh jaksa. Namun demikian, putusan membebaskan Kartini dan Suryani dari segala dakwaan tetap bukan keputusan yang patut,” ujar Koordinator Badan Pekerja FAKTA Indra P Keumala, Senin (17/11) di Banda Aceh.
“Ada pertemuan antara Suryani dan Kartini Hutapea yang juga dihadiri oleh Direktur RSUD waktu itu. Sayangnya fakta ini tidak diurai lebih lanjut, baik pada tingkat penyidikan hingga pada saat pemeriksaan di persidangan,” terangnya.
ia menilai ada indikasi permufakatan jahat yang terjadi pada saat pertemuan antara pejabat RSUD dengan Kartini Hutapea dapat dijadikan jaksa sebagai novum (bukti) baru untuk mengajukan PK.
“Selain itu, Taufik Mahdi kan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka hal selanjutnya adalah menunggu gebrakan jaksa untuk mengungkap lebih dalam terkait ‘isi’ pertemuan dengan Kartini Hutapea itu. Kenapa pasca pertemuan, perusahaan yang diketahui menggunakan KD palsu tetap dijadikan sebagai pemenang?,” urainya.
Indra mengungkapkan, pihaknya memperoleh sinyalemen bahwa upaya memenangkan PT. Kamara Idola sudah terjadi jauh hari sebelum tender digulirkan. Upaya tersebut dilakukan sedemikian rupa termasuk pada saat panitia pelelangan menentukan harga perkiraan sendiri (HPS) MRI-3 TESLA sebesar Rp39 milyar, sementara berdasarkan audit, alat kesehatan itu dapat diperoleh berkisar antara Rp22 milyar hingga Rp25 milyar.
“Sebenarnya jaksa sudah mencium itu, makanya baik Kartini maupun Suryani dijerat dengan tuduhan mark-up atau menggelembungkan harga. Masalahnya cuma keseriusan saja yang tidak ada sehingga yang dijerat sebelumnya pun cuma terbatas di Suryani dan Kartini sementara direktur dan tim panitia lain atau pihak-pihak terkait lainnya justru dibiarkan aman,” ketus Koordinator FAKTA itu.
Indra berharap, langkah maju kejaksaan yang berhasil mengungkap tersangka baru akan diikuti dengan tindak lanjut serius dan konsisten. Menurutnya, hal itu penting dibuktikan jajaran kejaksaan menjawab berbagai tudingan dan pandangan miring yang selama ini kerap dialamatkan terhadap salah satu institusi penegakan hukum di Indonesia itu.
“Kami percaya masih ada harapan bahwa kejaksaan akan benar-benar melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya secara konsisten. Untuk itu tinggal ditunggu saja, apakah ada gebrakan lain yang lebih serius termasuk melakukan upaya PK,” demikian Indra P Keumala.