Gerakan Renspon Hukum Cepat (GRHC) menganggap proses penangkapan Tri Juwanda yang dilakukan Polres Lhokseumawe pada (27/10) adalah tindakan over acting aparat keamanan. Seharusnya tugas institusi kepolisian adalah memberikan perlindungan dan jaminanan kebebesan atas kebebasan berekspresi pendatap setiap orang.
GRHC dengan tegas menyatakan bahwa alasan penangkapan Tri Juanda terlalu mengada-ngada dan kemudian justru mengangkangi kebebasan berdemokrasi, adapun alasan yang dikemukakan oleh pihak Kapolres adalah pengrusakan terhadap aset negara sebaigamana disampaikan dalam media massa (28/10).
“GRHC melihat bahwa pola-pola demikian masih menjadi pekerjaan rumah dilingkungan internal institusi kepolisian, bahwa dalam diri mereka muncul stigma bahwa demonstrasi itu selalu cenderung akan anarki, dan tidak berpikir bagaimana membuat aksi tersebut menjadi damai” ujar Edy Syah Putra, juru bicara GRHC.
Edy menyebutkan pihaknya melihat bahwa publik, terutama warga eks Blang Lancang dan Rancong sudah sangat terzalimi. Padahal permintaan relokasi perumahan penduduk eks Blang Lancang dan Rancong sebanyak 542 KK menjadi bagian dari hak paska berakirnya operasi PT. Arun di Lhokseumawe.
“GRHC tentunya mengajak pemerintah Aceh untuk lebih jeli dalam menyelesaikan permasalahan permintaan relokasi eks warga Blang Lancang dan Rancong dan mengaharapkan terutama pemerintah kota Lhokseumawe untuk mendesak pihak Polres Lhokseumawe agar segera membebaskan Tri Juanda selaku koordinator aksi reseattlement PT. Arun”tambahnya.
Dikatakan Edy, GRHC sangat menyesali tindakan sewenang-wenang pihak kepolisian dalam menyikapi aksi tuntutan mahasiswa dan warga eks Blang Lancang serta Rancong. Tindakan tersebut justru kembali memperlihatkan prilaku buruk koprs kepolisian yang selalu mengedepankan tindakan represif dalam menangani dan menghadapi aksi demonstrasi. Tindakan tersebut seperti mengulang wajah koprs polisi yang identik pola-pola kekerasan pada masa orde baru (orba).
“GRHC mendesak Polda Aceh untuk segera memerintahkan Kapolres Lhokseumawe (AKBP Joko Surachmanto) agar membebaskan saudara Tri Juanda dari proses penahanan yang sedang berlansung. Pola-pola penahanan yang dilakukan oleh pihak Polres Lhokseumawe atas dasar pengrusakan aset negara dicurigai memiliki konflik kepentingan dengan pihak perusahaan, terutama untuk menakut-nakuti publik atas aksi demontrasi yang dilakukan (shock terapy).”pungkasnya.