Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Gubernur Aceh untuk tidak menyetujui dan mengalokasikan dana dan program aspirasi bagi 69 anggota DPRA.
Ini penting dilakukan karena MaTA melihat dana dan program aspirasi tersebut berpeluang terjadinya korupsi politik. Sehingga nantinya akan dimanfaatkan oleh sejumlah dewan untuk pencitraan menjelang pemilu 2014. Dan juga dikhawatirkan dana dari program tersebut akan digunakan untuk mengisi kantong-kantong kampanye partai politik kedepan.
Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik MaTA, Hafidh,mengatakan Gubernur selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Aceh harus tegas untuk tidak menyetujui dana ini karena ketegasan tersebut akan menjadi bukti awal bahwa Gubernur Aceh benar-benar berkomitmen dalam upaya pemberantasan korupsi.
“ini sejalan dengan komitmen awal Gubernur Aceh menggandeng KPK untuk melakukan upaya-upaya pencegahan korupsi di Aceh” lanjutnya.
Tak hanya itu, MaTA juga meminta kepada Gubernur Aceh untuk menginstruksi kepada Bupati/Walikota agar membatalkan pengalokasian dana dan program aspirasi tersebut di masing-masing kabupaten/kota.
Berdasarkan catatan MaTA, sejak digulirkannya dana dan program aspirasi telah memicu permasalahan-permasalahan dalam penyalurannya. Sadar atau tidak, ketika mengusulkan dana aspirasi anggota dewan sedang menggadaikan makna hakiki Dewan Perwakilan Rakyat sebuah lembaga perwakilan rakyat.
“Dengan perilaku demikian itu, hampir dapat dipastikan bahwa dalam proses pembahasan anggaran, Anggota Dewan kehilangan daya kritisnya membahas program-program yang diajukan Pemerintah Daerah karena adanya “tawar menawar” nominal dana aspirasi dengan nominal dana yang akan dikelola eksekutif”.lanjutnya.