Menanggapi menghilangnya Wakil Bupati Aceh Utara, Syarifuddin SE, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai ini adalah sebuah kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh. MaTA sendiri sudah berkali-kali mempersoalkan untuk penahanan kedua terdakwa korupsi ini, namun Kejati sendiri tidak pernah mengindahkannya hingga akhirnya Syarifuddin, SE tidak diketahui keberadaannya.
Tidak di tahannya mantan orang nomor dan nomor dua di Aceh tara oleh Kejati Aceh dengan alasan banding merupakan bentuk keniscayaan yang tak patut di tolerir. Perlu diketahui, korupsi yang telah dilakukan oleh keduanya merupakan korupsi terbesar seluruh Indonesia yang mencapai 220 milyar rupiah. MaTA melihat ini adalah sebuah bentuk peradilan sesat yang berdampak pada pelemahan pemberantasan korupsi di Aceh.
Sebagai perbandingan, kasus korupsi yang dilakukan oleh mantang anggota DPRK Aceh Utara, Ahmad Junaidi dengan kasus korupsi dana Porprov (Pekan Olahraga Provinsi) XI yang nilai kerugiannya lebih sedikit yakni sebesar 601 juta akan tetapi tetap di tahan walaupun saat itu sedang banding. Patut di pertanyakan, ada apa dengan kasus Ilyas A Hamid dan Syarifuddin, SE?? Apakah mereka harus mendapat perlakuan istimewa karena nilai kerugian negara lebih besar akibat tindakannya?? Sangat aneh memang, disaat sedang gencar-gencarnya pemberantasan terhadap korupsi, ada terdakwa yang bisa bebas.
MaTA mendesak Kejati Aceh untuk segera memanggil dan menahan Ilyas A Hamid yang telah di ketahui keberadaannya. Ini jangan di tunda-tunda lagi sehingga citra dan kewibawan penegakan hukum tidak lagi tercoreng. Terdakwa korupsi adalah orang yang tidak jujur, jadi Kejati Aceh tidak usah mempercayai kejujuran mereka. Ini penting sehingga pengalaman buruk tidak lagi menimpa Kejati Aceh. Khusus kepada Syarifuddin, SE, MaTA berharap Kejati Aceh harus berkoordinasi dengan Kejaksaan seluruh Indonesia dan harus segera memanggil paksa.