Pemindahan pasar tradisional Ulee Kareng, Banda Aceh, ke lokasi baru di kawasan Lamgapang, belum menyelesaikan problem kemacetan di Simpang Tujuh Ulee Kareng. Pasalnya, pedagang kecil masih tetap tertarik dengan lokasi lama, meski harus membuka lapak di pinggiran jalan.
Rusmiati salah seorang pedagang sayur mayur mengakui kondisi pasar berlantai dua yang telah ditempati sejak maret 2010 lalu oleh pedagang yang direlokasi dari pasar lama, kini kondisinya semakin sepi. Sehingga banyak pedagang mengalami kerugian akibat minimnya pembeli.
“Di Pasar baru Lamgapang sangat sepi pembeli, kami mengalami kerugian karena pembeli lebih memilih berbelanja di pasar lama, karena ada pedagang kaki lima yang berjualan di sana” ungkapnya.
Rusmiati yang didampingi beberapa pedagang mengharapkan Muspika Banda Aceh kembali menertibkan pedagang kaki lima yang ramai bermunculan itu.
“Sejak kami diminta pindah ke tempat ini, pedagang baru terus bermunculan di pasar lama, dan pemerintah tidak tanggap terhadap hal ini,” ujarnya.
Ia mengaku meski sudah berusaha menarik pembeli agar berbelanja di Pasar Baru Ulee Kareng. Misalnya, dengan tidak menekan harga terhadap pembeli, dan memasang spanduk di depan jalan menuju pasar. Namun pasar tersebut tetap saja sepi pembeli.
Pantauan Repoter Antero lokasi permanen di Lamgapang semakin sepi karena sangat sedikit pedagang yang membuka usaha. Sebagian besar kembali ke “habitat” di sekitar Simpang Tujuh dengan alasan lokasi pasar baru sepi.
Selain menggelar lapak di tanah tak sedikit pula yang berjualan menggunakan pikap, becak maupun sepeda motor. Semuanya berjejer di pinggiran jalan di depan pertokoan sehingga sepertiga badan jalan di sisi kiri dan kanan tersita untuk mereka, akibatnya sering terjadi kemacetan disana. (im)