Walhi Aceh menilai perkembangan Moratorium Logging di Provinsi Aceh hingga kini belum ada kelanjutan yang jelas, sebab konsep Aceh Green yang dicanangkan pemerintah tidak ada alat ukur untuk menilai program tersebut, sehingga timbul kesan program dijalankan tidak serius.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Aceh, T.M. Zulfikar, Senin (10/01) menyatakan sebenarnya ia memberikan apresiasi terhadap program yang telah dirancang oleh Aceh Green karena sudah bisa mengurangi penebangan hutan Aceh, walau cuma baru 500.000 ha. Sayangnya moratorium logging yang sudah berjalan dari 6 Juni 2007 sampai sekarang belum ada perkembangan yang signifikan.
“Program Aceh Green tidak sinkron dengan kebijakan Gubernur Aceh yang terus saja memberikan rekomendasi pembukaan hutan. Fakta baru ketidaksinkronan Aceh Green tersebut adalah Gubernur Aceh mengeluarkan surat Persetujuan Pencadangan Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) bagi PT. Rencong Pulp & Paper Industry. Lahan yang yang disetujui ini berlokasi di Aceh Utara, Aceh Timur, Tamiang seluas 31.472 Ha dan berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser,” jelasnya.
Zulfikar menambahkan bencana alam yang marak terjadi saat ini mestinya memberi pelajaran kepada Pemerintah agar lebih peduli nasib lingkungan. saat ini yang terjadi dari sebesar 42 miliar anggaran untuk hutan, cuma 8% diperuntukkan pelestarian hutan selebihnya 92% untuk gaji Pamhut (Pengamanan Hutan).
“Aceh Green sendiri sebenarnya bukanlah program yang berkutat pada masalah-masalah hutan semata. “Hijau” dalam pengertian Aceh Green juga berarti adanya pelestarian segala sumber daya alam seperti air, pangan, energi dan lingkungan. Dimana kesemuanya itu memberikan kenyamanan hidup bagi manusia dan mencegah kerusakan lingkungan di muka bumi,” katanya.
Ia berharap dimasa Pemerintah peka terhadap kebutuhan masyarakat dan bisa memanfaatkan sekitar 2 juta ha hutan budidaya untuk bidang pertanian, karena sektor inilah yang sangat dominan membantu masyarakat menengah kebawah di Provinsi Aceh. (im)