Kota Banda Aceh mengalami inflasi terendah di pulau Sumatera pada bulan Februari 2016 dengan angka inflasi sebesar 0,02 persen, sedangkan kota pemantau inflasi lainnya yaitu kota Lhokseumawe mengalami inflasi sebesar 0,13 persen serta Meulaboh yang mengalami deflasi sebesar 0,37 persen.
Secara agregat provinsi Aceh mengalami inflasi sebesar 0,02 persen pada bulan Februari 2016. namun angka tersebut masih terbilang tinggi bila dibandingkan rata-rata nasional, hal itu dipengaruhi oleh budaya khenduri Maulid masyarakat Aceh yang sedang puncak-puncaknya terjadi pada bulan Februari 2016.
Hal demikian diungkapkan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Hermanto pada reales berita statistik, Selasa (01/03).
Hermanto mengatakan secara umum perkembangan harga di provinsi aceh masih cukup tinggi dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Ia menyebutkan inflasi Aceh disebabkan oleh adanya kekhasan Aceh melakukan kegiatan maulid serta cuaca yang tidak mendukung produksi pangan. Sehingga beberapa komoditas perikanan terlihat naik.
Sementara kebijakan pemerintah menurunkan listrik mulai terlihat meskipun belum mampu menurunkan harga secara umum. Turunnya transportasi juga belum memberikan pengaruh yang berarti bagi harga barang.
“Masyarakat sedang berlomba-lomba membuat kegiatan mauled sehingga beberapa komoditas mengalami kenaikan, disamping juga pengaruh cuaca,”ujarnya.
Hermanto menambahkan inflasi yang terjadi di kota Banda Aceh sendiri disebabkan oleh inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok sandang.
Adapun beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga pada bulan Februari antara lain udang basah, emas perhiasan dan cumi-cumi. Sedangkan beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga seperti tariff listrik dan bawang merah.