Mendagri : Saya Cuma Minta Daerah Lain Tidak Membuat Peraturan Seperti Aceh

Kementerian Dalam Negeri sedang mengkaji beberapa Peraturan Daerah yang bermasalah atau bertentangan dengan UU. Namun Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut pihaknya tak mempersoalkan Perda yang menerapkan syariah Islam, seperti diterapkan di Aceh.

“Saya cuma meminta agar daerah lain tidak membuat peraturan sama seperti Aceh. Misalnya, Surabaya bikin Perda soal wajib berjilbab. Kalau Aceh tak mengapa, karena memang daerah syariat Islam,” kata Tjahjo dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (22/2/2016).

Dalam Perda di Aceh tersebut, ada aturan soal wajib berjilbab bagi wanita di Aceh. Tjahjo membantah pernah menyatakan larangan atas penerapan Perda tersebut, atau akan menghapusnya. Justru dia mendukung peraturan tersebut.

Alasannya, Aceh merupakan serambi Makkah di mana mayoritas masyarakat di sana beragama muslim. Belum lagi provinsi itu otonomi khusus yang menerapkan syariat Islam. Sehingga tak masalah bila Aceh mewajibkan penggunaan jilbab bagi wanita muslim.

“Saya hanya bicara supaya daerah lain tak meniru ketentuan seperti Aceh. Di daerah lain itu penggunaan jilbab itu suatu kesadaran, Aceh ini memang terapkan syariat Islam,” kata Tjahjo.

Berbeda dengan sejumlah provinsi lainnya. Tidak ada kekhususan, dan daerah-daerah tersebut juga tak seperti Aceh yang punya komitmen dengan status keyakinan masyarakatnya. Selain itu, tidak ada daerah yang memang secara keseluruhan memeluk satu agama tertentu.

Bahkan, Aceh pun menurut Tjahjo sangat toleransi dengan agama lain. Penggunaan jilbab tersebut hanya berlaku kepada wanita muslim. Sedangkan, wanita non muslim yang tinggal atau datang ke Aceh, tidak diikat dengan aturan tersebut. Mereka hanya diminta berpakaian sopan.

Karena itu Tjahjo menyarankan kepada pemerintah daerah agar melibatkan tokoh agama dan adat, setiap kali akan menerbitkan Perda yang ada kaitannya dengan masalah keyakinan masyarakat. Misal berkordinasi dengan MUI, Muhammadiyah dan PBNU.

“Kalau Perda Otsus itu hati-hati. Seperti di Yogyakarta, kalau memang ada ribut di dalam urusan keraton, maka birokrasi tak boleh masuk mencampuri persoalan tersebut,” lanjutnya.

Sebagaimana diketahui, Kemendagri saat ini memang tengah gencar mengarahkan agar pemerintah provinsi serta kabupaten/kota memangkas Perda yang dianggap bermasalah. Namun hal tersebut lebih kepada peraturan yang bersifat menghambat investasi serta perizinan publik.

Misal, ada peraturan yang menjadi kendala pembangunan listrik sehingga memakan waktu lama. Itu harus dihapus. Begitu juga dengan perizinan publik untuk membuat KTP, akte lahir, kartu keluarga dan lainnya. (detik)

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads