Aceh yang pernah mengukir kegemilangan di zaman Kesultanan dengan penulisan mushaf Al-Qur’an ratusan tahun silam, saat ini perlu membangkitkan kembali semangat penulisan mushaf.
Ini merupakan bagian dari proses untuk memelihara Al-Qur’an hingga akhir zaman sebagaimana firman Allah Swt. “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9).
Demikian disampaikan Ulama dan Penulis Mushaf Kerajaan Maroko, Syeikh Belaid Hamidi saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (25/11) malam.
Menurutnya, semangat penulisan mushaf Al-quran pada generasi muda Aceh ini juga sejalan dengan penerapan syariat Islam di provinsi paling ujung barat pulau Sumatera itu.
“Kalau Aceh lagi menerapkan syariat Islam, karena Al-quran adalah syariat, berarti menuliskan mushaf Al-quran itu itu penerapan syariat. Karenanya mari kita bangkitkan semangat dalam membudayakan kembali penulisan Mushaf dengan tangan yang kini mulai pudar tergerus zaman,” kata Syeikh Belaid Hamidi yang juga Dewan Hakim Perlombaan Kaligrafi Internasional Ircica, Turki pada pengajian KWPSI dengan tema, “Penulisan Ayat-ayat Al-Qur’an Rahhalah di Bumi Aceh”.
Menurutnya, untuk menulis mushaf Al-quran ini bukan pekerjaan yang mudah. Harus betul-betul siap, makanya dirinya ingin mempersiapkan dulu orang dan SDM-nya. Ketika dia sudah betul-betul nanti siap baru diarahkan, agar tidak sampai tergesa-gesa.
“Saya ingin mempersiapkan murid saya dulu yang ada di Aceh sebanyak empat orang agar betul-betul teliti dia dalam penulisan di nasakh, kemudian juga akan ikut membantu menulis satu dua juz, saya akan selalu berada di belakang murid-murid yang telah saya berikan ijazah kaligrafi,” terangnya.
Ditambahkan Syeikh, kalau misalnya pemerintah di Aceh betul-betul mendukung untuk penulisan mushaf ini, maka harus mendukung dari segala segi. Yang menulis itu nanti dia tidak lagi memikirkan hal-hal yang lain. Dia akan konsentrasi dengan penulisan. “Kalau pemerintah mendukung penuh, insya Allah saya akan siap membantu,” jelasnya.
Dalam pengajian KWPSI yang dimoderatori Dosi Alfian itu, penulis delapan mushaf Alquran asal Maroko, Syeikh Belaid Hamidi, juga mengisahkan bahwa dirinya memendam hasrat untuk menuliskan mushaf Alquran sejak kecil. Namun, Syeikh Belaid memasang tekad akan mewujudkan cita-citanya ketika umurnya mencapai 40 tahun.
Hingga pada suatu malam akhir tahun 1980-an, Syeikh Belaid Hamidi mengaku bermimpi bertemu Rasulullah Muhammad SAW. Dalam mimpi itu, Rasulullah meminta Syeikh Belaid menuliskan mushaf Al-quran.
“Setelah mimpi itu, saya sangat ingin menulis Al-quran, tapi ada satu kendala yaitu saya berjanji akan mulai menulis Al-quran pada umur 40,” ungkap Syeikh Belaid.
Pada pengajian KWPSI, Syeikh Belaid Hamidi yang kini mengajar di Mesir, didampingi dua muridnya asal Aceh, Mukhlis Ilyas yang bertindak sebagai penerjemah, serta Khairul Rafiqi.
Markaz Halqah al-Khairiyyah di Maidan Husain, tempat Syeikh Belaid mengajar di Mesir, memiliki anak didik yang sebagian besar merupakan mahasiswa al-Azhar, Kairo. Saat ini, ada 12 muridnya berasal dari Aceh.
Saat keinginan menuliskan Alquran semakin memuncak, Syeikh Belaid yang saat itu sudah dikenal sebagai salah seorang ahli khat (kaligrafer), mendapatkan tawaran dari sebuah penerbit di Maroko untuk menuliskan mushaf Al-quran.
“Sungguh suatu kebetulan, ketika tawaran itu datang umur saya tepat masuk usia 40 tahun. Esok harinya, saya langsung datang ke penerbit itu dan menyanggupi untuk menuliskan Al-quran yang nantinya akan dicetak dan disebarkan ke masyarakat,” kata ulama kelahiran ‘Ain Lauh, Maroko, tahun 1959 ini.
“Penulisan pertama saya mulai pada hari Jumat pertama tahun 1999 bertepatan dengan 15 Ramadhan 1420 H. Alhamdulillah selesai pada hari Jumat terakhir pada tahun itu juga. Jadi itu adalah mushaf terakhir pada abad 20,” ujar Syeikh Belaid.
Mushaf karya Syeikh Belaid ini dicetak di Percetakan Al-Ma’arif di Rabat, Maroko. Mushaf ini dicetak setelah melalui tashih berkali-kali. Hingga terakhir, ditashih oleh pentashih Muhammad Naji Muhammad al-Bahlawi. Hingga saat ini (2015), Syeikh Belaid Hamidi telah menyelesaikan penulisan delapan mushaf Alquran.
Di sela-sela mengisi pengajian yang dihadiri berbagai kalangan seperti wartawan KWPSI, ormas Islam, mahasiswa, akademisi, ulama, pengusaha, anggota dewan, birokrat dan kalangan profesional lainnya tersebut, Syeikh Belaid Hamidi, juga menuliskan satu ayat Al-quran dalam mushaf yang sedang disusunnya.
Pada ujung pengajian tersebut, Syeikh Belaid menuliskan ayat ke-78 dalam Surat An-Naml yang artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara di antara mereka dengan keputusan-Nya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
Syeikh Belaid yang didampingi muridnya, Mukhlis Ilyas, mengatakan, ayat yang ditulisnya di pengajian KWPSI ini merupakan lanjutan dari rangkaian mushaf Al-quran yang sedang dirampungkannya.
Ini adalah Mushaf kedelapan yang ditulis dengan tangan Syeikh Belaid. Mushaf kedelapan ini diberinama Mushaf Rahalah (mushaf perjalanan).
Dikatakan mushaf perjalanan, karena lembaran-lembaran Al-quran ini ditulis oleh Syeikh Belaid di setiap negara yang disinggahinya.
Total, ia telah mengunjungi 13 negara. Di setiap negara ini Syeikh Belaid menuliskan Al-quran disertai catatan pinggir nama daerah dan negara yang disinggahinya.
“Hari ini saya berada di Aceh tepat pada bulan Safar. Sungguh merupakan suatu yang kebetulan bahwa mushaf yang sedang saya tulis ini, saya mulai pada bulan Safar tahun lalu,” kata Syeikh Belaid.
Syeikh Belaid mengatakan, merupakan suatu kebetulan jika ketibaan ke Aceh bertepatan dengan bulan Safar. “Ini semua karena kehendak Allah Swt, sama sekali saya tidak merencanakan tiba di Aceh pada bulan Safar, bulan di mana saya mengawali penulisan Mushaf Rahallah ini. Karena kalau saya buat rencana, bisa saja saya akan sakit atau mendapat kendala lain,” ungkap Syeikh Belaid.