Ratusan masyarakat Alu Naga dan Deah Raya mengahadiri acara khanduri laot yang di selenggarakan di Pantai Alu Naga kecamatan Syiah kuala Banda Aceh.
Khanduri laot sudah menjadi tradisi masyarakat nelayan secara turun temurun, bahkan menurut Imum Mukim Syech Abdurrauf Tgk Nurkhalis, khanduri laot sudah ada sejak Islam pertama sekali masuk ke Aceh dan diselengarakan secara rutin setiap tahun. Menurutnya khanduri laot bukanlah suatu kewajiban, melainkan suatu kegiatan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah yang telah memberikan rezeki melalui kegiatan melaut.
“Jadi sebagai rasa terimakasih kita kepada Allah, kita berdoa disamping tempat kita mencari rezeki, jadi berkumpul semua anak istri berkumpul disini untuk berdoa,” katanya.
Nurkhalis mengatakan acara tersebut dimulai dengan pemotongan hewan ternak, baik itu sapi, kerbau atau kambing tergantung dari kemudahan warga nelayan sekitar, kemudian dilanjutkan dengan masak bersama serta dilanjutkan dengan berdoa bersama agar rezeki yang diberikan menjadi berkah serta k edepan diberikan rezeki yang lebih banyak lagi.
Dia juga menegaskan tradisi pemotongan kerbau yang dilakukan tidak seperti halnya yang dilakukan di daerah lain semisal Bali, dimana kepala kerbau dibuang kelaut sebagai persembahan, menurutnya kegiatan adat tidak boleh melanggar hukum syariat, karena membuang kepala kerbau ke laut sebagai persembahan merupakan perbuatan mubazir dan tergolong perbuatan syirik.
“Kita kenduri ini adat, jadi adat ini tidak boleh melanggar dari syariat, artinya kita kombinasikan agar kegiatan kita tidak melanggar dengan agama, misalnya sesajen seperti di Bali, kita nggak ada,” jelasnya.
Sementara itu Geuchik Gampong Deah Raya, Irfan Al – kadafi mengatakan dengan adanya acara khanduri laot diharapkan para nelayan semakin kompak, karena menurutnya pasca tsunami banyak nelayan yang terpecah persatuannya, padahal dulu para nelayan di wilayah itu sangat kompak.
“Kami dengar dulu sebelum tsunami nelayan sangat kompak, jadi kita adakan kenduri ini agar mereka kembali menyatu, baik itu peraturannya, kesepakatan yang mereka ambil dan lainnya”
Dilain pihak Geuchik Gampong Alu Naga, Sayuti mengatakan pihaknya mengaharapkan adanya perhatian dari pemerintah terhadap masyarakat pesisir, seperti di sediakannya alat tangkap ikan yang lebih canggih sehingga nelayan Aceh tidak tertinggal dari nalayan lain, sementara saat ini diakuinya perhatian pemerintah sangat kurang terhadap nelayan kecil.
“Kita masyarakat pesisir ini jangan kalah dengan daerah – daerah lain, kalau alat tangkap kita masih tradisional kita takut juga dengan pukat – pukat dari luar, jadi pemerintah harus fokus bagaimana caranya supaya ada peningkatan,” katanya
Kawasan laut Desa Alu Naga dan Deah Raya dipimpin oleh seorang Panglima Laot Lhok Pasi Tibang yang batasnya antara Kuala Aceh hingga Kuala Giging, tugas panglima laot adalah menyelesaikan setiap sengketa yang terjadi di laut. Panglima Laot Lhok Pasi Tibang, Muhammad Bin Puasa mengatakan kehidupan nelayan diwilayahnya berlangsung damai, ia bahkan mengakui tidak ada satupun sengketa yang terjadi selama tahun 2010. (im)