Illiza Dorong Penguatan Posisi Perempuan Dalam Pengambilan Keputusan

Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal mengakui kepedulian dan kesadaran akan adanya kesetimpangan antara keterlibatan perempuan dan laki laki mulai tumbuh dalam beberapa tahun terakhir. Komposisi penduduk perempuan yang lebih besar dari laki-laki yaitu 53% ternyata hanya terwakili sebesar 27% pada kegiatan perencanaan kota.

“Terlebih lagi suara dari kelompok kecil perempuan tersebut tidak mendapat tempat sehingga aspirasi dan pendapat dari kelompok perempuan cenderung terabaikan dan tersisih. Hal ini tentunya berpengaruh pada realisasi kegiatan pembangunan yang minim akan program-program yang berpihak terhadap kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak,”  Demikian dikatakan walikota saat  menjadi pembicara pada forum Habitat III Regional Meeting Asia-Pacific di Fairmont Convention Center, Jakarta, Rabu (21/10).

Untuk menjawab hal tersebut, Pemko Banda Aceh kemudian membentuk suatu forum Musyawarah Rencana Aksi Perempuan (Musrena), sebagai tempat bagi perempuan untuk menyuarakan opini serta kebutuhan mereka.

Ia mengungkapkan, perempuan membutuhkan forum tersediri terpisah dari laki-laki agar mereka lebih leluasa untuk menyampaikan aspirasinya tanpa harus merasa segan atau takut dibantah oleh kaum laki-laki.

“Musrena merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses perencanaan Kota Banda Aceh dan bersanding dengan proses perencanaan yang sudah ada sebelumnya. Usulan tersebut kemudian digabungkan dan dipilah sesuai skala prioritas dan kebutuhan kota secara umum,” katanya.

Tujuan khusus dari metode perencanaan ini adalah untuk memperkuat posisi perempuan dalam porses pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan yang selama ini didominasi oleh laki-laki.

“Musrena juga menjadi wadah dan ajang pembelajaran bagi perempuan untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menyuarakan aspirasinya di ruang publik. Sedangkan tujuan umum dari Musrena adalah untuk mewujudkan Kota Banda Aceh sebagai kota yang ramah gender,” katanya lagi.

Illiza kemudian membandingkan, usulan perencanaan yang didominasi oleh laki-laki menunjukkan fokus pada program fisik seperti pembangunan jalan, drainase, dan lain-lain. Sedangkan usulan perempuan lebih kepada bidang sosial seperti kesehatan, pendidikan, lingkungan, serta keamanan lingkungan sekitar. “Jika digabungkan maka usulan pembangunan dari masyarakat menjadi lebih kaya dan bervariasi serta menjawab isu permasalahan secara lebih luas.”ujarnya.

Menutup presentasinya, Illiza menyayangkan masih sangat rendahnya peresentase perempuan yang terlibat aktif dalam politik maupun posisi penting dalam suatu organisasi. ”Hari ini, kesetaraan gender masih menjadi salah satu point penting dalam SDGs. Kita harus menyadari perempuan merupakan aset yang berharga bagi kegiatan pembangunan karena keberagaman gender dalam top management dapat meningkatkan performa dari suatu organisasi,” pungkasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads