Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terus terjadi dalam 1 dekade ini merupakan gambaran nyata bahwa kerusakan alam telah sangat parah dan sistematis. Setidaknya 66 kabupaten yang ada di 5 Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, langganan kebakaran dan “berasap” dalam 5 tahun terakhir.
Pada tahun 2011, ditemukan sebanyak 18.789 titik api dan pada tahun 2014 naik menjadi 20.253 titik api.
Peningkatan kebakaran bukan saja mengalami peningkatan dalam jumlah titik api, tetapi juga terhadap intensitas kejadian kebakaran setiap tahunnya. Bila peningkatan titik api mulai terjadi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, maka Sumatera mengalami peningkatan intensitas kejadian kebakaran hingga dua kali kejadian kebakaran dalam satu tahun.
Tahun 2014, ditemukan indikasi titik api terdapat pada kawasan hutan yang dibebani hak Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) sebanyak 4.084 titik api di 150 konsesi, dan 603 titik api di 85 konsesi perusahaan (IUPHHK-HA). Selanjutnya, selain pada kawasan hutan yang dibebani izin, kebakaran hutan dan lahan diduga marak juga terjadi di dalam dan di sekitar kawasan konsesi perkebunan kelapa sawit di kawasan APL dan kawasan hutan.
Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, dalam keterangan persnya menerangkan, “Di tahun 2014, Presiden Jokowi telah berkomitmen Indonesia bebas asap 2015. Namun, kebakaran dan asap tahun ini menjadi bukti bahwa komitmen ini masih sangat jauh dari harapan.
Menurutnya ada 5 langkah strategis dan mendesak yang mesti dilakukan Presiden, pertama, menginstruksikan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati) untuk melakukan gerakan serentak penyekatan kanal dan menerapkan proses sanksi terhadap pemegang konsesi sawit, sebagai tindakan mendesak yang harus segera dilakukan oleh Kepala Daerah.
Yang kedua, melakukan upaya penegakan hukum terhadap perusahaan yang ditemukan adanya titik api di wilayah konsesinya. Kemudian yang ketiga melakukan review perizinan terhadap konsesi yang mengalami kebakaran dan/atau mengalami konflik dengan masyarakat. Keempat menghentikan penerbitan izin baru sebagai kesempatan untuk melakukan evaluasi terhadap izin yang telah diberikan dan termasuk evaluasi terhadap pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap izin yang dikeluarkan. Dan kelima memulihkan kawasan hutan kritis dan memberi kesempatan pengolahan dan perlindungan hutan kepada masyarakat di sekitar hutan.