Masyarakat Tranparansi Aceh (MaTA) melihat terjadi beda pandangan antar sesama Kejari di Aceh. Kasus dugaan pengadaan Alkes di Abdya, para tersangkanya langsung di tahan. Sedangkan kasus indikasi korupsi Yayasan Cakradonya di Lhokseumawe yang kini sudah dalam tahapan persidangan, para oknum yang terlibat belum juga ditahan.
Bahkan, pada saat penyelidikan kasus Yayasan Cakradonya, Jaksa hanya menetapkan para oknum yang ikut serta terlibat sebagai tahanan kota. “Padahal, dikedua kasus tersebut, Sekda dimasing-masing daerah diindikasikan terlibat. Apa yang terjadi dengan Kejari Lhokseumawe?” tanya Baihaqi, Koordinator Bidang Monitoring Peradilan MaTA, Jum’at (05/06).
Baihaqi berharap setiap aparat penegak hukum agar segera menangkap dan menahan para oknum yang terlibat alam kasus indikasi korupsi. Terkait dengan kasus Yayasan Cakradonya, MaTA mendesak Majelis Hakim Pengadilan Tipikor harus memerintahkan terdakwa kasus ini segera di tahan.
Berdasarkan catatan MaTA, dalam kasus Yayasan Cakradonya Lhokseumawe telah terjadi kerugian Negara sebesar Rp 1 milyar yang anggarannya bersumber dari dana hibah biro isra pemerintah Aceh tahun 2010. Kerugian ini didapat berdasarkan barang bukti sitaan jaksa.
Kasus ini sendiri melibatkan Sekdako Lhokseumawe dan dua kroninya direktur dan sekretaris Yayasan Cakradonya. Dalam kasus ini, JPU menuntut Sekdako Lhokseumawe 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta dan kroninya dituntut 4,5 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta.