Saat ini Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Wilaytul Hisbah (WH) Provinsi Aceh memiliki 10 pucuk senjata, namun senjata tersebut tidak berpeluru tajam melainkan softgun yang digunakan hanya untuk melumpuhkan tetapi tidak untuk melukai.
Kabid Trantib Satpol PP dan WH Provinsi Aceh, Khalidin Lhoong mengatakan ke sepuluh senjata itu hanya digunakan oleh unsur pimpinan, seperti Kasad, kepala bidang dan kepala seksi dan mereka sudah dilatih untuk menggunakannya.
“Lebih mengarah kepada yang brutal, karena pelurunya bukan peluru tajam, tapi kalau ada yang arogan saja, untuk kita di Aceh demonya tidak arogan tapi lihat di luar, jadi kita nggak dibenarkan pakai senjata api tetapi hanya softgun,” jelasnya. Khalidin menambahkan untuk menggunakan senjata api juga tidak mudah, selain harus dilatih juga harus mendapatkan izin dari pihak kepolisian.
Anggota Komnas HAM Pusat, Johny Nelson Simajuntak, mengatakan Komnas HAM tidak menyetujui rencana pemberian senjata untuk Satpol PP karena menurutnya masyarakat bukan nusuh dari Satpol PP atau negara.
“Memberi senjata kepada Satpol PP akan memperkuat pandangan bahwa Satpol PP indentik dengan militer dan itu tidak bisa menyelesaikan masalah, kita protes karena masyarakat bukan musuh negara, jadi penguatan pengetahuan jauh lebih penting dari pada memberikan senjata,” katanya.
Rencana penggunaan senjata oleh Satpol PP ditentang dari berbagai kalangan masyarakat, hal tersebut membuat pemerintah membatalkan niatnya. (im)