Pemerintah Belanda melalui duta besarnya di Jakarta didesak untuk segera meminta maaf secara resmi kepada seluruh rakyat Aceh terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi dalam invansi Belanda ke Aceh pada 5 April 1873.
Hal demikian disampaikan sejumlah aktifis Aceh yang tergabung dalam Koalisi bersama Rakyat Aceh (KBRA) pada aksi memperingati 142 tahun perang Aceh, di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Kamis (26/03).
Koordinator aksi Haekal Afifa dalam orasinya meminta pihak Belanda dalam hal ini diwakili duta besarnya di Jakarta untuk mencabut maklumat perang kepada kerajaan Aceh secara resmi dan terbuka sebagaimana dimaklumatkan pada tanggal 26 Maret 1873.
Selain itu pihaknya juga mendesak pemerintah Belanda untuk menyelesaikan persoalannya dengan pemerintah Aceh terkait persoalan sejarah antara Aceh dan Belanda yang belum selesai.
“Kita tuntut pihak Belanda untuk meminta maaf secar resmi terlait pelanggaran HAM dan kita minta Belanda untuk mencabut maklumat perang,”ujarnya.
Sementara itu kepada pemerintah Aceh KBRA meminta untuk mendesak pihak Belanda agar menyelesaikan sejarah perang Aceh-Belanda 1873, serta menjadikan agenda 26 Maret untuk diperingati secara resmi sebagaimana peringatan tsunami yang diatur dengan kekuatan hukum yang berlaku di Indonesia.
Selain itu Pemerintah Aceh didesak untuk menjadikan sejarah perang Aceh-Belanda untuk dimasukkan dala kurikulum pelajaran sejarah mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Haekal juga mengingatkan pemerintah Aceh untuk mendirikan monumen perang Aceh sebagai bagian dari sosialisasi sejarah untuk merawat ingatan rakyat Aceh terhadap peristiwa perang Aceh-Belanda.
Pada kesempatan tersebut KBRA juga meminta semua pihak untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan merawat perdamaian yang sudah tercipta di Aceh.