Pemerintah Kabupaten Gayo Lues, bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh menggelar Tari Saman Massal yang akan diikuti oleh 5.005 penari. Kegiatan tersebut dirangkai dengan Pameran benda-benda bersejarah Gayo dan seminar mengenai asal usul Budaya Gayo itu. Kegiatan yang dirangkai dengan peresmian Bandara Senubung ini, dipusatkan di Stadion Seribu Bukit.
Dalam sambutan singkatnya, Wagub menjelaskan, Pemerintah Aceh sangat mendukung kegiatan yang digagas oleh Pemkab Gayo Lues ini karena kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pembangunan daerah ini.
“Rangkaian kegiatan ini merupakan langkah dan upaya kita untuk meningkatkan pembangunan di Aceh, khususnya pembangunan di Kabupaten Gayo Lues ini,” ujar Muzakir Manaf.
Wagub memaparkan, pengakuan dari United United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco), yang secara resmi menyatakan bahwa Tari Saman merupakan warisan budaya asli dari Tanah gayo, adalah suatu hal yang istimewa.
“Unesco merupakan lembaga resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dikenal sangat berhati-hati dalam memberi pengakuan terhadap sebuah cagar budaya. Ada banyak negara yang mengajukan permohonan kepada Unesco untuk mendapatkan pengakuan atas warisan budaya mereka, tapi Unesco tidak sembarangan memberi pengakuan tersebut. Mereka harus menelusuri asal usul budaya itu, keasliannya, keunikannya serta nilai-nilai sejarah yang ada di dalamnya,” terang Wagub.
Indonesia sendiri baru mendapatkan enam pengakuan dari Unesco untuk warisan budaya kategori tak benda, yaitu Wayang, Keris, kain Batik, Angklung, Subak di Bali dan Tari Saman yang merupakan tarian rakyat dari Tanah Gayo. Pengakuan Unesco untuk Tari Saman ini disampaikan dalam sebuah pertemuan di Bali pada 24 November 2011 atau tepatnya tiga tahun yang lalu.
Sebagaimana diketahui bersama, pada September lalu, gubernur bersama sejumlah pejabat Pemerintah Aceh diundang oleh Unesco dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menerima serifikat pengakuan dari Unesco.
“Karena itu, pada hari ini saya datang ke Gayo Lues untuk menyerahkan setifikat tersebut kepada masyarakat Gayo, yang dalam hal ini diwakili Bupati Gayo Lues. Sertifikat itu memang hanya selembar kertas dari Unesco. Tapi di balik semua itu, ada pesan moral yang harus kita pikul ke depan, yaitu tanggungjawab untuk melestarikan dan mengembangkan Tari Saman agar tetap menjadi simbol dan identitas bangsa,” tambah Mualem.
Sebagai mana kita ketahui, sejarah Tari Saman sangat erat kaitannya dengan sejarah penyebaran agama Islam di Aceh. Tari ini disebut Tari Saman karena diciptakan seorang Ulama bernama Syekh Saman pada abad 14 Masehi.
Awalnya tarian ini merupakan permainan rakyat yang kerap ditampilkan dalam pesta adat dan budaya di tanah Gayo. Karena sangat menarik, tari ini kemudian dikembangkan oleh penciptnya dengan diperkaya syair dan pujian kepada Allah SWT dan kemudian digunakan sebagai media syiar Islam.
Seiring perkembangan zaman, Tari Saman kini menjadi salah satu seni budaya yang banyak dipelajari di sekolah-sekolah. Bukan hanya di Aceh, tapi juga di luar Aceh dan bahkan di luar negeri. Begitu menariknya, sehingga Tari Saman kerap menjadi icon Indonesia dalam berbagai festival budaya dunia.
“Pengakuan ini tentu membanggakan kita semua, sekaligus menjadi cemeti agar kita lebih peduli dengan seni budaya lokal. Dengan pengakuan ini, kita akan mendapatkan bantuan teknis dari Unesco untuk kepentingan pelestarian Tari Saman. Yang lebih penting, pengakuan ini merupakan simbol eksistensi seni budaya dan kekayaan alam Indonesia yang menjadi identitas jati diri bangsa,” tambah Mualem.