Revisi UUPA 2025 Jadi Warisan Tiga Presiden, Pemerintah Aceh Apresiasi Komitmen DPR RI

Penyusunan dan pembahasan Draft Revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) tahun 2025 mencatatkan babak baru dalam sejarah hubungan antara Aceh dan Pemerintah Pusat.

Proses ini mencerminkan kesinambungan politik nasional dan merupakan hasil dari komitmen tiga Presiden Republik Indonesia yang memiliki kontribusi penting dalam perjalanan kekhususan Aceh.

Pemerintah Aceh menyampaikan bahwa Revisi UUPA 2025 merupakan kelanjutan dari tonggak-tonggak penting yang telah diletakkan sejak dua dekade lalu. Dimulai dari lahirnya MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang difasilitasi di Finlandia. Kesepakatan damai tersebut menjadi dasar utama dalam penyusunan UUPA pertama kali. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu dinilai berhasil menciptakan fondasi perdamaian dan kerangka hukum yang mengatur soal keamanan, reintegrasi, kewenangan, serta pembagian pendapatan untuk Aceh.

Lebih jauh ke belakang, konsep awal UUPA juga merujuk pada Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 18 Tahun 2001 yang lahir pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. UU ini memberikan Dana Otsus sebesar dua persen dari Dana Alokasi Umum Nasional kepada Aceh selama 20 tahun, dan menjadi salah satu acuan penting dalam perumusan kebijakan-kebijakan keistimewaan Aceh.

Kini dalam kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, DPR Aceh telah menyelesaikan draft Revisi UUPA yang memuat hal-hal krusial seperti perpanjangan Dana Otsus, penguatan kewenangan Aceh, serta skema pembagian pendapatan yang lebih berkeadilan. Draft tersebut telah diserahkan kepada Badan Legislasi dan Komisi II DPR RI untuk dibahas lebih lanjut dan disahkan menjadi undang-undang. Bila berhasil diundangkan tahun ini, maka Prabowo Subianto akan tercatat sebagai Presiden yang ikut meninggalkan warisan penting dalam memperkuat otonomi dan kesejahteraan Aceh.

“Atas nama Pemerintah dan Rakyat Aceh, kami memberikan penghormatan dan terima kasih atas kesediaan Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI yang telah hadir dan mendengarkan langsung aspirasi yang disampaikan oleh Pemerintah Aceh serta Pemerintah Kabupaten/Kota se-Aceh dalam pertemuan di Ruang Serba Guna Kantor Gubernur Aceh,” ujar Juru Bicara Pemerintah Aceh, Teuku Kamaruzzaman.

Revisi ini diharapkan tidak hanya menjadi penguatan hukum, tetapi juga memperkuat kepercayaan dan kerja sama antara Aceh dan Pemerintah Pusat, dalam semangat damai, adil, dan berkelanjutan.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads