Paguyuban Pasundan Aceh, komunitas warga Sunda yang tinggal di Aceh, menggelar pertemuan komunitas pada Minggu (19/1) di Sekretariat Paguyuban Pasundan, Jalan BPD Utama No. 62, Gue Gajah, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar.
Pertemuan ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi antaranggota, tetapi juga menandai perubahan nama komunitas dari Parasunda menjadi Paguyuban Pasundan Aceh. Perubahan nama ini mencerminkan identitas yang lebih kuat sebagai bagian dari afiliasi Paguyuban Pasundan Jawa Barat.
Ketua Paguyuban Pasundan Aceh, Ade Herdiyat, menjelaskan bahwa acara ini merupakan pertemuan rutin bulanan anggota yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota di Aceh. “Paguyuban Pasundan Aceh merupakan bagian dari Paguyuban Pasundan Jawa Barat, organisasi masyarakat tertua yang berdiri sejak 1913,” katanya.
Bupati Aceh Besar terpilih, Muharram Idris, dalam sambutannya menyampaikan pentingnya identitas bersama. Ia mengajak warga Paguyuban Pasundan di Aceh untuk tidak hanya menyebut diri sebagai “orang Pasundan yang tinggal di Aceh,” melainkan sebagai “Kami orang Aceh yang berasal dari Pasundan.”
Syech Muharram, sapaan akrabnya, juga menekankan bahwa setiap warga yang telah memiliki KTP Banda Aceh atau Aceh Besar memiliki hak yang sama, termasuk hak atas tanah dan darah di Aceh. “Untuk menguatkan nilai kesatuan dan persatuan harus diawali dengan kebersamaan,” tambahnya.
Perwakilan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), Syahrizal Abbas, memberikan apresiasi atas transformasi komunitas dari Parasunda menjadi Paguyuban Pasundan Aceh. “Kami berharap komunitas ini terus berkembang menjadi lebih baik di masa depan,” ucapnya.
Acara tersebut juga dihadiri oleh perwakilan warga Tionghoa Aceh (HAKA), Ikatan Keluarga Minang (IKM), Camat Darul Imarah, serta Geuchik Gampong Gue Gajah.
Meskipun identik dengan masyarakat Sunda, keanggotaan Paguyuban Pasundan Aceh bersifat terbuka untuk semua pihak tanpa memandang latar belakang etnis. Hal ini sesuai dengan sejarah pendirian Paguyuban Pasundan yang pertama kali didirikan bukan oleh orang Sunda, melainkan oleh seorang tokoh dari Makassar.
Transformasi nama ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan Paguyuban Pasundan Aceh sebagai komunitas yang terus berupaya memperkuat hubungan sosial dan budaya di tengah keberagaman masyarakat Aceh. (Nurul Ali)