Aceh Economic Forum 2025, Dorong Hilirisasi Pertanian untuk Pertumbuhan Ekonomi

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh mengadakan Aceh Economic Forum (AEF) 2025 di Ballroom Hotel The Pade, Kamis (16/1/2025). Forum ini mengangkat tema “Strategi Efektif Penurunan Tingkat Kemiskinan Melalui Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Stabilitas Inflasi.”

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh Rony Widijarto dalam sambutannya menekankan pentingnya menjaga stabilitas inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai upaya utama menekan angka kemiskinan dan pengangguran di Aceh. Menurutnya, peningkatan kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas bersama seluruh pemangku kebijakan di Aceh.

“Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan inflasi yang terjaga akan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, perlu upaya strategis yang berkelanjutan,” ujar Rony.

Selanjutnya Rony menjelaskan bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam perekonomian Aceh. Untuk mempercepat pertumbuhan, diperlukan langkah konkret dalam meningkatkan produksi dan nilai tambah hasil pertanian melalui hilirisasi.

Rony, yang telah dua tahun bertugas di Aceh, menyoroti bahwa banyak hasil pertanian dari Aceh selama ini diolah di luar provinsi. “Hilirisasi pertanian di Aceh perlu digencarkan agar hasil pertanian kita tidak hanya dikirim mentah, tetapi diolah di sini. Dengan begitu, pendapatan masyarakat akan meningkat dan perekonomian daerah lebih kuat,” tegasnya.

Sementara itu Plt Sekda Aceh Muhammad Diwarsyah menyampaikan bahwa Gubernur Aceh telah meluncurkan Gerakan Bangga Produk Aceh dan Beli Produk Aceh sebagai upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menekan angka kemiskinan.

“Gerakan ini mendorong penggunaan produk lokal dalam kegiatan pemerintahan dan aktivitas lainnya, dengan harapan dapat membuka lapangan kerja, mengurangi pengangguran, serta menjaga stabilitas inflasi di Aceh,” jelas Diwarsyah.

Acara tersebut juga menghadirkan diskusi panel yang menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Negeri Lampung Prof Dr Ir Bustanul Arifin, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Aceh Safuadi, Kepala BPS Aceh Ahmadriswan, dan Ketua ISEI Banda Aceh DR Aliasuddin, SE, M.Si.

Pada kesempatan itu Bustanul menyebutkan bahwa “pengendalian inflasi Aceh berhasil namun kurang inovatif”. Walaupun demikian Bustanul memberikan apresiasi pada perhatian penuh pada sektor pertanian. Untuk itu Bustanul merekomendasikan sejumlah langkah diantaranya peningkatan produktifitas pertanian melalui teknologi dan peningkatan kesejahteraan petani melalui modernisasi dan digitalisasi. Bustanul juga menyoroti perlu segera menyiapkan regenerasi petani.

Sementara itu Safuadi menyampaikan bahwa transfer pemerintah pusat ke Aceh berjumlah Rp 51 triliun namun disayangkan dana tersebut keluar dari Aceh melalui berbagai belanja yang dilakukan sebesar Rp 43 triliun.
Pada kesempatan yang sama Ahmadriswan mengulas tentang pertumbuhan ekonomi Aceh belum signifikan mengurangi kemiskinan. Namun demikian Achmadriswan memberikan apresiasi atas kinerja penurunan kemiskinan Aceh yang merupakan tercepat kedua setelah Kepulauan Riau, “lebih dari 20 persen dalam 23 tahun”.

Narasumber lainnya, Aliasuddin meminta perhatian serius pemerintah dalam program hilirisasi pertanian, dengan memberikan contoh “lebih dari 200 produk turunan dari sawit, bukan hanya CPO”. Persoalan ketergantungan produksi pada provinsi Sumatera Utara juga mestinya bisa dikurangi jika produk tersebut dapat diproduksi di Aceh.

Aceh Economic Forum merupakan agenda yang diinisiasi oleh Kantor Bank Indonesia Perwakilan Aceh, diselenggarakan dua kali dalam setahun.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads