Pameran foto bertema “2 Dekade Kenangan dan Harapan” digelar untuk mengenang perjalanan Aceh pasca-tsunami 2004.
Wahyu, panitia pameran sekaligus jurnalis, menjelaskan bahwa pameran ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat bahwa Aceh pernah terpuruk namun berhasil bangkit kembali. “Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa Aceh pernah terpuruk, tetapi kini bangkit” ujarnya.
Ia menambahkan pameran ini bukan untuk membuka luka lama, melainkan sebagai pengingat bahwa Aceh pernah hancur tetapi berhasil bangkit kembali. “Kami berharap pameran ini menjadi ajang mengenang dan refleksi diri. Beberapa pengunjung bahkan mengenang keluarga mereka yang hilang ketika melihat foto-foto ini,” sebut Wahyu.
Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh, M. Anshar, berbagi cerita di balik dokumentasi yang dipamerkan. Ia mengatakan bahwa sebagian besar foto diambil saat dirinya tengah mencari keluarga yang juga menjadi korban hilang dalam bencana tsunami.
“Foto-foto ini terpotret saat saya berjalan dari Banda Aceh hingga Aceh Jaya, selama perjalanan saya merekam berbagai momen, termasuk jenazah korban yang sulit dikenali, dari tanda-tanda yang dimiliki seperti gelang tangan atau penanda lainnya dapat membantu identifikasi jenazah oleh kelarga korban” jelas Anshar.
Menurutnya, foto-foto yang ditampilkan tidak hanya sekadar dokumentasi tragedi tetapi juga refleksi kebangkitan. “Setelah 20 tahun, foto-foto ini jarang sekali ditampilkan, kami ingin anak-anak yang dulu kecil saat tsunami terjadi, yang mungkin tidak tahu apa yang terjadi di Aceh, kini dapat memahaminya melalui pameran ini” tambahnya.
Setiap foto dilengkapi dengan keterangan, dengan begitu, masyarakat atau siapa saja yang datang ke pameran ini bisa membaca keterangannya, melihat visualnya, dan membayangkan apa yang terjadi di Aceh saat itu.
Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk edukasi. “Belajar dari pesan yang tertangkap, foto memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan. Berbeda dengan video, foto menangkap satu momen yang beku dan bisa berdampak jauh ke depan,” jelasnya, jadi jika suatu saat terjadi bencana lagi, masyarakat lebih siap menghadapinya.
Para pengunjung pameran merasakan kesan mendalam dari foto-foto yang dipamerkan. Suki, seorang mahasiswa yang sedang menikmati libur semester, mengaku foto-foto tersebut menyajikan banyak cerita yang sebelumnya tidak diketahuinya. “Ada banyak foto sebelum dan sesudah bencana yang sangat mendalam,” ungkapnya.
Begitu pun Suhaimi, Hal serupa disampaikan oleh Sohaimi, seorang pengunjung yang saat tsunami terjadi baru berusia dua tahun. “Dengan adanya pameran ini, saya seperti diajak kembali ke masa itu. Foto-foto ini membuat saya membayangkan bagaimana kekacauan besar terjadi saat itu,” ujarnya.
Pameran ini menampilkan 93 foto yang mengabadikan momen saat dan pasca bencana gempa dan tsunami, serta 50 foto Aceh bangkit dan pulih. Pameran foto ini juga rangkaian dari peringatan 20 tahun tsunami yang dilaksanakan Pemerintah Aceh dan berlangsung hingga 27 Desember mendatang.
Pengunjung dapat menyaksikan langsung pameran foto di saat jam operasional Museum Tsunami Aceh dari pukul 9 pagi hingga 4 sore. (Nurul Ali).