Sebuah inovasi baru hadir untuk masyarakat Aceh melalui aplikasi “Praja Aceh”. Platform berbasis web yang menggabungkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dengan warisan budaya lokal dari Kitab Tajul Muluk.
Sebagai artikel budaya yang menyelami relevansi Kitab Tajul Muluk dalam kehidupan sehari-hari.
“Praja Aceh” lahir dari kolaborasi antara SMAN 1 Jeunieb dengan STMIK Indonesia Banda Aceh yang akan launching pertama di SMAN 2 Bireuen dalam Acara Festival Panen Hasil Belajar CGP Angkatan 10 dan Pameran Pendidikan Se Kabupaten Bireuen Tahun 2024 yang diadakan pada 26 Oktober 2024.
Muhammad Wali,ST..,MM akademisi STMIK Indonesia Banda Aceh selaku Fasilitator Sekolah Penggerak Angkatan 3 SMA Negeri 1 Jeunieb Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh adalah tokoh utama yang terlibat dalam pengembangan aplikasi ini.
Wali menjelaskan bahwa Aplikasi ini dirancang untuk memberikan layanan ramalan terkait nasib, kesehatan, perjodohan, dan panduan spiritual, menggunakan nilai-nilai tradisional Aceh.
“Pengguna dapat mengakses aplikasi melalui praja.info dan menjelajahi fitur interaktif yang menghidupkan kembali budaya kuno Aceh dalam format digital modern” ujar Muhammad Wali.
Inovasi ini berasal dari Kerjasama Tim SMA Negeri 1 Juenieb dibawah Bimbingan Muhammad Wali, ST.,MM (fasilitator Sekolah Penggerak), yang digagas oleh Nurul Aini, S,Pd.,M.A.P (Kepala SMAN 1 Jeunieb) dengan melibatkan siswa, guru dan tenaga kependidikan SMAN 1 Jeunieb dengan harapan inovasi ini dapat menjadi platform edukatif sekaligus hiburan bagi masyarakat, sekaligus menjaga tradisi spiritual Aceh tetap hidup di era digital.
Nurul Aini menggungkapkan pengalamannya tentang “Praja Aceh” : “Ketika kecil dulu, saya seringkali mendengar para orang tua di kampung menyebut kata ‘praja’.
“Meunyoe keumeung meukawen, payah peucocok praja ilèe. Meunyoe sama praja, meukawén laju, meunyoe hana, yu meukawén ngon ureung laén manteng (Kalau sama praja, menikah terus, kalau tidak (tidak cocok), disuruh menikah dengan orang lain saja-Red),” kenang Nur Aini.
Namun, waktu itu pengetahuan saya tentang praja masih awam. Di samping itu, ia merasa untuk apa harus buang-buang energi mencari tahu. Lebih baik bermain dengan teman-teman.
“Tahun 2015, saat hendak menikah anak teman, saya kembali sering mendengar nama ini. Orang tua di kampung ketika itu mencoba mencocokkan praja anak teman saya dengan sang calon istri. Kata orang tua yang menerawang praja ketika itu, praja nya cocok dengan sang calon istri,” ujarnya lagi.
Katanya, nama suami diakhiri oleh di, sedangkan calon istri saya berakhir dengan ti. Di berpraja kerbau, sedangkan ti berpraja burung. Maka, dia pun diklaim cocok dengan calon istri ibarat kerbau dan burung yang saling membantu.
Kerbau di sawah, misalnya, sering dicarikan kutu oleh burung yang bertengger di punggungnya. Jadi, kalau menikah, rumah tangga mereka Insyaallah akan bahagia dan tidak akan cekcok.
Dari penjelasan orang tua tersebut, saya jadi paham praja berarti prediksi orang tua zaman dulu terhadap calon suami istri tentang baik atau tidaknya mereka menikah, memiliki rezeki atau tidak jika mereka menikah, terjadi percekcokan atau tidak dalam rumah tangga ketika menikah nanti.” Ujar Nurul Aini lagi.
Tidak hanya sebatas ramalan, “Praja Aceh” juga memperkuat keamanan dan privasi penggunanya dengan berbagai fitur pencegahan, seperti larangan klik kanan dan pemblokiran shortcut keyboard.
Aplikasi ini masih dalam versi beta, namun telah menerima sambutan positif dari masyarakat yang ingin menjelajahi warisan budaya Aceh dengan pendekatan yang lebih modern.
Dengan kombinasi teknologi dan budaya, “Praja Aceh” diharapkan dapat menjadi jembatan antara tradisi dan inovasi, menjaga warisan spiritual Aceh tetap relevan bagi generasi muda. Yuk, cobain aplikasi ini dan temukan ramalan Anda sekarang!