Ulama Ajak Masyarakat Cegah Wabah LGBT di Aceh

Kalangan tokoh agama di Aceh mengingatkan semua pihak terutama orang tua dapat mencegah agar wabah Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) yang saat ini telah merambah Aceh agar tidak semakin mewabah di tengah kehidupan masyarakat di provinsi itu.

Untuk itu diperlukan langkah-langkah antisipasi guna menyelamatkan generasi muda dan kalangan remaja Aceh tidak terpengaruh dengan menyadari bahaya LGBT sebagai penyakit amoral yang sangat dikutuk oleh Allah SWT sejak muncul zaman Nabi Luth AS.

Demikian disampaikan Ustadz   Masrul Aidi, Pimpinan Dayah Babul Maghfirah, Cot Keu’eung, Kuta Baro, Aceh Besar, saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (16/10).

“Lindungi generasi muda dari bahaya wabah LGBT. Orang tua memiliki peranan penting dan bertanggung jawab atas perilaku anak, lalu peran guru di sekolah juga sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter anak. Orang tua, guru, pemerintah dan pihak terkait sangat berpengaruh bagi karakter anak Aceh. Apakah kita akan diam dan membiarkan melihat generasi muda menjadi generasi amoral,” ujar Masrul Aidi.

Menurutnya, wabah LGBT sudah ada sejak masa kenabian dan mulai menyebar ke berbagai penjuru belahan dunia dari aneka latar belakang, bermacam kalangan, dan semua tempat tidak terkecuali Aceh.

“Agak aneh memang peraturan syariat di Aceh. Khalwat laki dgn perempuan diawasi dengan baik. Tapi khalwat laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan belum diantisipasi dengan baik. Begitu juga dengan bencong, kurang dipantau di Aceh dan dibiarkan bebas di Aceh, berbeda sekali dengan Malaysia yang sangat melarang bencong,” ungkapnya

Disebutkannya, LGBT merupakan perilaku seksual yang menyimpang. Keberadaan penyimpangan seksual yaitu orang suka sesama jenis. Fenomena suka sesama jenis di Aceh akhir-akhir ini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Karena kalau terus dibiarkan tanpa ada pencegahan, maka generasi Aceh ke depan akan semakin rusak karena penyimpangan seksual tersebut.

Mengubah perilaku menyimpang itu adalah keterlibatan langsung pihak keluarga yang paling utama. Karena kalau hanya mengandalkan pihak luar, memiliki keterbatasan dan sangat sulit untuk memberikan arahan dan bimbingan. “Jadi harus ada sentuhan langsung oleh pihak keluarga, karena pihak lain susah masuknya,” tegasnya.

Disebutkannya, para pelaku lesbian dan homoseksual ini rata-rata berusia remaja dan mereka diduga memanfaatkan tempat-tempat penginapan, kos-kosan, asrama dan kafe untuk melakukan tindakan yang melanggar syariat tersebut.

“Keberadaan gay dan lesbian ini agak sulit dideteksi karena bergaul sesama jenis. Lain halnya dengan mesum laki-laki dan perempuan, mudah terpantau dari jauh. Sekarang, hukuman untuk pasangan gay dan lesbian juga telah diatur dalam Qanun Jinayah,” sebutnya.

Lebih lanjut Ustadz Masrul Aidi menjelaskan, LGBT bukanlah lambang kemajuan tapi merupakan perbuatan yang sangat kotor dan purbakala serta primitif, perbuatan ini juga merendahkan martabat manusia, yang jauh dari nilai-nilai HAM.

Menurutnya, propaganda LGBT ini di Indonesia juga termasuk Aceh sangat meresahkan, sebab selalu mengatasnamakan HAM atau kemanusiaan dengan landasan ideologi sekularisme.

Sejak dahulu Indonesia adalah negeri yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan atau HAM juga harus ditafsirkan berdasarkan nilai-nilai agama, bukan dengan ideologi sekularisme.

“Gay dan lesbian itu melanggar kodrat manusia. Hukumannya dalam Al-Qur’an juga lebih berat dari zina laki-laki dengan perempuan. Anehnya, saat ini banyak yang membiayai gerakan LGBT di dunia, bahkan dibela habis-habisan oleh lembaga-lembaga HAM internasional meskipun itu salah,” tegasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads