Kontras Aceh Sebut Hukum Islam (Cambuk) Kejam dan Tidak Manusiawi?

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh melalui Koordinator Badan Pekerja, Destika Gilang Lestari menyatakan bahwa pengesahan Rancangan Qanun (Raqan) Hukum Jinayat menjadi Qanun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah mencederai hukum positif dan menghilangkan nilai-nilai keadilan dan demokrasi di Indonesia, khususnya di Aceh.

Pengesahan Qanun Jinayat tersebut juga tidak menghargai Hak Asasi Manusia (HAM) yang berlaku secara utuh dan menyeluruh terhadap semua golongan ras, suku, bangsa dan agama manusia itu sendiri.

Ada beberapa hal yang seharusnya menjadi titik fokus dalam penerapan Qanun Hukum Jinayat tersebut. Seperti, dalam pasal Qanun Jinayat tersebut adanya pasal yang memperbolehkan orang lain (bukan Islam) dapat dikenakan hukum cambuk. Tersebutkan dalam Pasal 5 huruf (b) setiap orang beragama bukan Islam yang melakukan jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayat; c. setiap orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana di luar KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini.

Qanun ini seharusnya tidak boleh disahkan dan ini merupakan kemunduran hak asasi manusia di Aceh. Seharusnya pihak DPRA sadar dan harus segera mencabut atau merevisi sebuah peraturan yang melanggar hak asasi manusia.

Apalagi kemudian memberlakukan hukuman cambuk bukan bagi orang yang beragama Islam, Destika juga menegaskan bahwa hukum cambuk adalah hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan. Korban yang dicambuk tidak hanya mengalami rasa sakit dan penghinaan, tetapi juga dihadapkan oleh hukuman psikologis yang akan diterima korban dalam waktu yang lama. Mereka akan mendapat tekanan mental di lingkungan masyarakat.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads