Pencemaran lingkungan akibat dari Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) dengan menggunakan bahan berbahaya seperti merkuri (Hg), Sianida (CN) serta Potasium (K) semakin meresahkan.
Melalui pertemuan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), dihadiri oleh Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar, Ketua DPRA, Hasbi Abdullah, Kapolda Aceh, Husein Hamidi, Kajati Aceh, Pangdam IM, seluruh SKPA terkait, para pimpinan daerah, rektor UIN ar-Raniry, Farid Wajidi, Rektor Unsyiah, serta pihak terkait lainnya Jumat (19/9) di ruang tampilan potensi daerah kantor Gubernur Aceh, mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk meminimalisir dampak tersebut.
Diantara rekomendasi itu masing-masing Polda harus memutus distribusi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) khususnya Merkuri, Sianida, dan Potassium yang ilegal sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan No.44/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.
Dilarang menggunakan B3 khususnya Merkuri, Sianida, dan Potassium dalam proses pengolahan bahan tambang di wilayah Aceh. Bagi penambang yang tetap menggunakan bahan tersebut akan dilakukan penegakan hukum oleh Polda Aceh.
Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus mendata tenaga kerja yang bekerja di area wilayah penambangan di wilayah Aceh. Tenaga kerja yang berasal dari luar wilayah Aceh akan ditertibkan.
Dinas Pertambangan harus menjamin prosesing penambangan di wilayah Aceh yang ramah lingkungan tanpa menggunakan B3 khususnya Merkuri, Sianida, dan Potassium.
Bapedal Aceh membentuk tim terpadu untuk melakukan penelitian kualitas air, sedimen/tanah dan toksisitas di daerah yang terindikasi tercemar.
Mengkoordinasikan penertiban penambangan sesuai dengan Himbauan Surat Gubernur Aceh : No. 540/45418 tanggal 30 Agustus 2013 tentang Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang menggunakan bahan Mercury dan Cyanida; dan No. 660.3/10946 tanggal 1 April 2014 tentang Sosialisasi Penggunaan Merkuri dan Sianida pada Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI).
Dalam rangka pemberdayaan ekonomi, para penambang dapat membentuk Lembaga Koperasi dan Unit Usaha lainnya dengan melengkapi syarat-syarat yang berlaku dengan pembinaan oleh Pemerintah Aceh dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
Forkopimda berharap sepuluh rekomendasi tersebut dapat dijalankan dengan baik demi masa depan Aceh, mengingat efek penggunaan bahan tersebut sangat berbahaya bagi ekosistem.
Sungai-sungai tercemar, mencemari ekosistem sungai, saat manusia mengkonsumsi hasil sungai seperti ikan, akan mengakibatkan kerusakan organ vital seperti jantung, hati, ginjal bahkan otak. Bahkan anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang terkontaminasi bahan berbahaya tersebut akan melahirkan bayi yang cacat.
Larangan PETI selain karena menggunakan logam berbahaya dalam pengolahannya juga merusak hutan, karena sebagian besar berada di dalam area huta lindung.
PETI ini juga menghasilkan lubang-lubang raksasa yang dapat merusak ekosistem dan mengubur hidup-hidup siapapun yang lewat di situ.
Terkait penolakan yang terjadi saat dilakukan penertiban PETI, terutama di daerah Geumpang, Pidie yang mendapat respon dari masyarakat,Forkopimda menyatakan bahwa tugas semua pihak untuk memberikan pengertian kepada masyarakat agar lebih memahami dampak dari PETI.
Forkopimda menyarankan agar masyarakat dapat mengusahakan penanaman holtikultra maupun usaha lainya yag tidak berdampak negatif terutama terhadap lingkungan.