Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar, dalam sambutannya sebelum membuka secara resmi pelatihan yang mengangkat tema ‘Penguatan Kapasitas Mukim Sebagai Salah Satu Pengawal dan Pengambang Peradaban Aceh’ ini, mengajak seluruh lembaga adat yang ada untuk berperan dalam peningkatan kemampuan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Indonesia.
“Keberadaan Lembaga Wali Nanggroe beserta pranata sosial peradaban Aceh lainnya harus berperan dalam peningkatan mengangkat harkat dan martabat bangsa berlandaskan pada nilai-nilai luhur bangsa yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kita. Terbentuknya Lembaga ini tidak saja menjadi bagian dari Peradaban Bangsa tapi sebagai salah satu wujud kekhususan dan keistimewaan Aceh pasca penandatanganan MoU Helsinki. Untuk itu, lembaga ini harus mampu mengembangkan Peradaban Aceh sebagai bagian dari Peradaban Dunia.”katanya.
Malik Mahmud menambahkan, sejak awal abad ke enam masehi, Aceh telah tercatat dalam sejarah. Hal ini ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan kecil yang bertumpu pada adat istiadat dan Tamaddun Islam. Seiring dengan kemajuan peradaban Aceh, pada tahun 1630 Masehi, akulturasi adat-istidat Aceh telah melahirkan sebuah pranata sosial, pranata hukum dan pranata politik yang kemudian menjadi tata-kelola pemerintahaan kerajaan Islam di Aceh.“Kita mengenalnya hingga saat ini adalah Qanun Meukuta Alam atau Adat Meukuta Alam di zaman pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam,” terang Wali Nanggroe.
Berbekal pada kemajuan sejarah kerajaan Aceh yang telah menjadi bagian dari sejarah peradaban dunia, Wali mengajak semua pihak untuk terus menatap kedepan dan merajut kembali peradaban Aceh yang pernah berjaya. Keragaman budaya, tamadun dan adat-istiadat dari pada suku-suku bangsa yang berada di Aceh adalah modal kekuatan Aceh.
Wali menambahkan, status kekhususan dan keistimewaan Aceh akan sia-sia jika pranata sosial lokal seperti imum mukim, geuchik gampong, tuha peut, tuha lapan, imum meunasah, keujreun blang, panglima laot, pawang gle, peutua seuneubok, haria peukan, syahbandar dan lain-lain tidak lagi berfungsi sebagai Pilar pengembangan Peradaban Aceh.
Malik Mahmud mengajak para Imum mukim untuk bersama membangun kembali kejayaan peradaban Aceh yang selama ini mulai luntur. Identitas atau karakter Aceh sebagai sebuah bangsa yang selama ini sudah tercabut dari akarnya hendaknya dapat dikembalikan marwah dan harkatnya.