Di Kabupaten Aceh Singkil terdapat beberapa desa yang berdiri gereja lebih dari satu unit, bahkan ada sejumlah desa yang memiliki tiga gereja dalam satu desa.
Fakta tersebut terungkap dalam diskusi tentang “Polemik Rumah Ibadah di Aceh Singkil: Kapan dan Bagaimana Cara Menyelesaikannya” yang diinisiasi dan digelar di Kantor Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) di kawasan Batoh Banda Aceh, Selasa, 12 Juli 2022.
Hadir sebagai narasumber Pj Gubernur Aceh yang diwakili Kabid Ketahanan Ekonomi dan Oramas Kesbangpol Aceh Mustafa, Ketua Forum Komunikiasi Umat Beragama (FKUB) Aceh H A Hamid Zein, Pembimas Katolik Kanwil Kemenag Aceh Baron Ferryson Pandiangan, dan Pembimas Kristen Samarel.
Diskusi ini dibuka Kakanwil Kemenag Aceh, Dr. H Iqbal SAg MAg. Ia berterima kasih kepada YARA yang memiliki konsen terhadap penciptaan kerukunan umat beragama di Aceh.
Menurut Iqbal, YARA berkolaborasi dengan FKUB Aceh patut diapresiasi dan mendapat perhatian, bahkan YARA telah ikut Andil membantu pemerintah mewujudkan kerukunan umat beragama di provinsi Aceh dan membahas polemik rumah Ibadah serta penyelesaiannya, seperti kasus Aceh Singkil.
Selain itu, ia meminta persoalan Aceh untuk diselesaikan di Aceh, jangan dibawa dan dibesarkan ke provinsi lain.
Ketua FKUB Aceh, Hamid Zein mengatakan TP4 yang dibentuk oleh Pemerintah Aceh sudah melakukan verifikasi ke seluruh lokasi pendirian tempat ibadah Kristen dan Katolik di Aceh Singkil.
“Dari data lapangan didapati bahwa terdapat 24 unit gereja dan undung-undung di sana,” papar dalam diskusi yang dipandu oleh dosen UIN Ar-Raniry Hasan Basri M. Nur.
“Bahkan ada dalam satu gampong (desa, red) terdapat tiga unit gereja. Oleh karena itu, bila ada anngapan bahwa Aceh tidak toleran terhadap pemeluk agama lain aadalah hal yang keliru dan tidak benar,” ungkapnya.
Hamid Zein merinci desa-desa yang beridiri tiga geraja dalam satu kampung, yaitu Desa Kuta Kerangan, Desa Suka Makmur dan Desa Mandumpang Kecamatan Suro Makmur.
“Selain itu, ada juga beberapa desa di Aceh Singkil yang memiliki dua gereja,” kata Hamid.
FKUB bersama Pemerintah Aceh melalui Tim TP4, lanjut Hamid, sudah melakukan pendataan dan pemetaan keberadaan rumah ibadah di Singkil pada tahun 2021.
“Bahkan kami sudah melakukan dialog dengan pemuka agama Kristen, Katolik dan Islam di Singkil dalam upaya mencari titik temu atas polemik jumlah rumah ibadah Kristen dan Katolik. Tapi mandat Tim TP4 sudah berakhir pada 2021,” tambah Hamid.
Sementara itu, Ketua YARA Safaruddin SH, mengatakan kesepakatan antara tokoh Islam dan Kristen pada tahun 2001 di Aceh Singkil itu belum mengakomodir keberadaan gereja agama Katolik, tapi hanya mengakomodir 5 tempat ibadah agama Kristen.
“Demi rasa keadilan, kami pikir kesepakatan 2001 tentang rumah ibadah di Singkil perlu diperbaharui sehingga mendapat pengakuan yang legal terhadap gereja Katolik,” ujarnya.
Safaruddin yang juga Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Aceh itu menambahkan, terdapat 1.164 jiwa penduduk Aceh Singkil yang menganut agama Katolik.
“Mereka butuh legalitas atas rumah ibadah mereka yang ada. Jika tidak mungkin dilegalkan keduanya, ya mungkin untuk tahap awal dapat diakui dulu satu unit dulu yang ada di lokasi mayoritas penganut Katolik di Singkil,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Safaruddin juga meminta Pj Gubernur Aceh untuk mengaktifkan kembali tim penyelesaian sengketa rumah ibadah di Aceh Singkil atau Tim TP4 yang pernah dibentuk pada tahun 2021.
“Tim TP4 itu kerjanya belum tuntas, masih pancong alias setengah jalan. Jadi Pj Gubernur Aceh harus mengaktifkan lagi tim ini,” kata Safaruddin.