Sebagai salah satu daerah Asimetris di Indonesia, Aceh memiliki kekhususan yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Undang-undang ini merupakan lex spesialis derogate lex generalis dari peraturan perudang-undangan lainnya yang berlaku di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Aceh Nova Iriansyah, dalam sambutannya pada acara kunjungan kerja Menteri Pemuda dan Olahraga RI dan Rapat Kerja bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat RI, dalam rangka reses masa persidangan III tahun sidang 2021-2022, di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Rabu (23/2/2022).
“Jika berbicara tentang kepentingan Aceh dalam kaitannya dengan bidang tugas Komisi X DPR RI tersebut, maka mau tidak mau kita harus membahas sedikit mengenai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai lex spesialis derogate lex generalis dari peraturan perudang-undangan lainnya yang berlaku di Negara tercinta ini,” ujar Nova.
Gubernur menambahkan, dalam ketentuan Pasal 16 ayat (2) UUPA, ditegaskan bahwa urusan wajib lainnya yang menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh yang merupakan pelaksanaan keistimewaan Aceh antara lain meliputi Penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama, Penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam.
Selanjutnya, Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam, Peran ulama dalam penetapan kebijakan Aceh; dan Penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Gubernur menambahkan, dalam penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana kebijakan nasional, dalam UUPA, juga ditegaskan Anggaran untuk penyelenggaraan pendidikan paling sedikit 20 persen dari APBA/APBK dan diperuntukkan bagi pendidikan pada tingkat sekolah. Disamping itu pendidikan yang diselenggarakan di Aceh juga merupakan satu kesatuan dengan sistem pendidikan nasional yang disesuaikan dengan karakteristik, potensi, dan kebutuhan masyarakat setempat.
“Demikian juga pendidikan di Aceh diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat termasuk kelompok perempuan melalui peran serta dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu layanan. Dan yang terpenting setiap penduduk Aceh berhak mendapat pendidikan yang bermutu dan Islami sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” kata Gubernur.
Sementara itu, berkenaan dengan Kebudayaan, Gubernur menjelaskan, pada Pasal 221 UUPA menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kabupaten/Kota melindungi, membina, mengembangkan kebudayaan dan kesenian Aceh yang berlandaskan nilai Islam yang dalam pelaksanaannya mengikutsertakan masyarakat dan lembaga sosial.
“Selanjutnya ditegaskan juga bahwa Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota mengakui, menghormati dan melindungi warisan budaya dan seni kelompok etnik di Aceh sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Demikian juga Bahasa daerah harus diajarkan dalam pendidikan sekolah sebagai muatan lokal,” imbuh Nova.
Gubernur menegaskan, adat dan budaya Aceh diilhami dan sejalan dengan nilai syari’at Islam, sebagaimana pepatah Aceh menyebutkan, Hukom ngen adat hanjeut cree, lagee zat ngen sifeut. “Adat dan budaya berlandaskan Syariat, menjadi arus utama yang mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat Aceh.”
Sedangkan dalam hal yang berkaitan dengan pariwisata, Gubernur menjelaskan, secara khusus dalam Pasal 165 UUPA ditegaskan, bahwa Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya, dapat menarik wisatawan asing dan memberikan izin yang terkait dengan investasi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing, ekspor dan impor dengan memperhatikan norma, standar, dan prosedur yang berlaku secara nasional.
“Dalam hal ini secara khusus juga ditegaskan bahwa Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dan berdasarkan norma, standar, dan prosedur yang berlaku nasional, berhak memberikan Izin eksplorasi dan eksploitasi pertambangan umum, Izin konversi kawasan hutan, Izin penangkapan ikan paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan satu per tiga dari wilayah kewenangan daerah provinsi untuk daerah kabupaten/kota,” ujar Gubernur.
Selanjutnya, sambung Nova, Izin penggunaan operasional kapal ikan dalam segala jenis dan ukuran Izin penggunaan air permukaan dan air laut, Izin yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengusahaan hutan, dan Izin operator lokal dalam bidang telekomunikasi.
“Dalam pelaksanaannya, pemberian izin tersebut harus mengacu pada prinsip-prinsip pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, dan prosedur yang sederhana. Bagaimana pelaksanaan kewenangan tersebut apakah sudah berjalan sebagaimana mestinya, dapat kita diskusikan lebih lanjut pada forum ini dan pada forum lainnya,” ujar Gubernur menambahkan.
“Dan, berkaitan dengan Kepemudaan, pada tanggal 31 Desember 2018, kami telah menetapkan kebijakan Aceh berkenaan dengan pembangunan kepemudaan, dalam bentuk Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pembangunan Kepemudaan. Di sini hadir Kadispora Aceh dan Pimpinan Organisasi Kepemudaan, kita dapat memperoleh informasi lebih lanjut mengenai pembangunan kepemudaan di Aceh,” imbuh Nova.
Kesuksesan PON Butuh Dukungan Pusat
Dalam sambutannya, Gubernur juga menyinggung tentang Pelaksanaan Pekan Olah Raga Nasional XXI tahun 2024 yang akan digelar secara bersama oleh Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Gubernur menjelaskan, kesuksesan gelaran PON XXI sangat membutuhkan dukungan dari Pemerintah Pusat.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, PON XXI Tahun 2024 mendatang akan diselenggarakan di Aceh dan Sumatera Utara. Untuk itu, dukungan pembangunan infrastruktur dari Pemerintah Pusat, baik dari Kementerian Pemuda Olahraga dan khususnya dari Kementerian PUPR serta kementerian terkait lainnya tentu suatu keniscayaan yang diprioritaskan pelaksanaannya,” kata Gubernur.
“Harapan kami kepada Bapak Menteri, berkenan untuk terus mendukung persiapan pelaksanaan pesta olahraga nasional tersebut, sehingga akan dikenang oleh anak cucu kita sebagai penyelenggaraan PON Bersama yang paling sukses yang sekaligus dapat mendongkrak perekonomian Aceh,” kata Gubernur.
Terakhir, Gubernur juga menjelaskan tentang pembangunan perpustakaan. Pada tahun 2022 ini, akan selesai pembangunan gedung perpustakaan baru dengan beberapa fasilitas baru, seperti perpustakaan hub digital, zone industri, zone galeri, game station, bioskop pendidikan, studio multi media, zone kebudayaan, kafetaria, dan bisnis lounge.
Gubernur menjelaskan, Perpustakaan ini menggunakan energy terbarukan. Nantinya, Dalam pustaka ini juga akan dibangun studio televisi untuk mendukung program audio visual literasi dan program E- learning yang dapat diakses oleh pemustaka melalui televisi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh.
“Kunjungan Bapak Ibu dari Komisi X DPR RI kali ini adalah dalam rangka Kunjungan Kerja yang berkaitan dengan bidang Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif, Pemuda dan Olah raga, serta Perpustakaan Nasional guna mencari masukan ke segenap pelosok negeri, agar dapat membentuk kebijakan nasional yang tepat sasaran dan komprehensif sesuai aspirasi rakyat demi kemaslahatan umat,” ujar Gubernur.
Oleh karena itu, Gubernur menginstruksikan seluruh stakeholder di Aceh memberi kontribusi pemikiran bagi upaya pembangunan pada bidang Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif, Pemuda dan Olah raga, serta Perpustakaan Nasional.
“Demikian sambutan dan harapan dari kami, semoga bermanfaat dan bisa menjadi pemantik bagi suksesnya pertemuan ini. Selanjutnya, kami persilahkan Yang Terhormat Bapak/Ibu dari Komisi X DPR RI mengambil alih pertemuan ini. Insya Allah berbagai informasi yang dibutuhkan siap kami sajikan pada kesempatan ini. Jika pun ada hal yang belum lengkap, setidaknya dapat kita lanjutkan melalui jalur korepondensi,” pungkas Gubernur.
Ketua DPRA Ingatkan DPR RI tentang Kekhususan Aceh
Senada dengan Gubernur, Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin, mengingatkan anggota DPR RI untuk memperhatikan kekhususan Aceh dalam setiap menyusun Undang-Undang karena Aceh memiliki UU khusus, yaitu UU nomor 44 tahun 1999 dan UU nomor 11 tahun 2006, agar tidak terjadi konflik regulasi.
“Kami berharap teman-teman di DPR RI setiap menyusun UU agar memperhatikan kekhususan Aceh, agar saat implementasi tidak terjadi ambiguitas. Karena konstitusi dasar kita tepatnya pada pasal 18b mengamanatkan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat istimewa dan khusus. Aceh, dalam hal ini memiliki 2 dasar, yaitu UU nomor 44 tahun 1999 dan UU nomor 11 tahun 2006,” ujar Dahlan.
Dahlan menjelaskan, selama ini ketika proses legislasi yang dilakukan oleh DPRA bersama Pemerintah Aceh, pada proses fasilitasi dengan Kementerian Dalam Negeri, banyak terjadi dinamika, yang berujung pada tidak selesainya pembahasan.
“Pada pasal 7 UUPA, jelas disebutkan bahwa rencana pembentukan UU RI harus dengan konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh. Dan, ada Perpres juga yang mengatur bahwa rencana pembentukan UU RI yang menyangkut dengan Aceh harus dengan pertimbangan dan konsultasi dengan DPR Aceh,” imbuh Dahlan.
Selanjutnya, mekanisme dan tata cara konsultasi serta pertimbangan DPR Aceh diatur dalam tata tertib DPR RI. “Untuk itu, kamu mengharapkan dukungan teman-teman yang ada di Komisi X, terutama yang ada di Banleg DPR RI dan juga teman-teman lintas fraksi agar hal ini juga dimasukkan ke dalam tata tertib DPR RI.”
Menanggapi hal tersebut, Ketua Tim Reses DPR RI yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Fakih, berjanji akan segera menindaklanjuti hal tersebut, sebagai bentuk penghormatan atas perintah Undang-undang dan bentuk pengimplementasian kekhususan Aceh.
Sementara itu, terkait pelaksanaan PON XXI yang sudah semakin dekat, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainuddin Amali, berpesan agar Pemerintah Aceh terus berkoordinasi dengan Pemprov Sumut serta pihak terkait lainnya demi suksesnya even olahraga yang baru pertama kali digelar di dua daerah berbeda.
“Persiapkan diri dengan sebaik-baiknya, karena ini adalah pelaksanaan PON pertama di dua daerah. Perkuat koordinasi lintas sektor agar even ini berlangsung sukses. Maksimalkan fasilitas yang ada. Banyak talenta asal Aceh yang muncul bahkan dari luar Aceh. Potensi ini tentu harus dimaksimalkan agar membawa harum nama Aceh di masa mendatang,” ujar Menpora.
Kegiatan yang berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan ini juga dihadiri oleh sejumlah anggota Komisi X DPR RI, Ketua Harian KONI Aceh, perwakilan Forkopimda Aceh serta sejumlah Kepala SKPA terkait lainnya.