Kementerian Dalam Negeri telah menyurati Gubernur Aceh terkait klarifikasi terhadap Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. Dalam surat bernomor 188.34/1656/SJ itu, Menteri Dalam Negeri menyatakan substansi Qanun KKR Aceh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Menteri Dalam Negeri menyatakan Mahkamah Konstitusi telah membatalkan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2004 tentang KKR pada tahun 2006. Menurut Mendagri, sesuai dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh, KKR Aceh baru bisa dibentuk setelah adanya KKR nasional.
Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) Aceh menyatakan alasan Mendagri tersebut tidak tepat.
Zaulfikar Muhammad dari Koalisi NGO HAM menyebutkan Justru karena MK sudah membatalkan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2004 maka Mendagri tidak bisa lagi menjadikan Undang-Undang tersebut sebagai dasar pertimbangan, karena itu tidak lebih hanya sebagai opini saja. Di tengah kekosongan dasar hukum tentang KKR, langkah yang dilakukan oleh DPR Aceh sudah benar. Lahirnya Qanun KKR Aceh adalah terobosan baru yang dilakukan oleh DPR Aceh.
Menurutnya KKPK sudah menduga surat yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri tersebut sudah telat karena sudah melewati waktu 60 hari walaupun tanggal surat tersebut 1 April 2014. Walau tanggalnya 1 April, surat tersebut baru beredar ke publik pada pertengahan Juni 2014. Kami menduga sampai saat ini Biro Hukum Pemerintah Aceh belum menerima surat tersebut.
KKPK juga mendesak DPR Aceh untuk segera memfungsikan lembaga Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh untuk menjawab kebutuhan keadilan yang sudah sangat lama ditunggu oleh korban pelanggaran HAM di Aceh.
“Jangan sampai terobosan bagus DPR Aceh ini (Qanun KKR) bernasib sama dengan aturan turunan UUPA lainnya yang dipeti-eskan dan di-collingdownkan”pungkasnya.