Puluhan Mahasiswa Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Wilayah Banda Aceh, kamis sore mendatangani kantor DPRK Banda Aceh meminta DPRK segera membentuk pansus guna mengungkapkan kecurangan Pemko Banda Aceh atas mark-up (penggelembungan) dalam kasus pembebasan lahan terminal mobil barang di Desa Santan dan Desa Meunasah Kreung, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2007 silam.
Putra Rizki Pratama, koodinator aksi KAMMI Banda Aceh mengungkapkan kerugian negara atas kasus tersebut mencapai Rp 8 Miliar. Hal itu terungkap setelah harga tanah yang dicantumkan Pemko Banda Aceh tidak sesuai dengan standar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dikeluarkan Departement Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Kanwil Aceh.
“Ada satu borok dari seorang Mawardi Nurdin yang sangat lihai ditutupi yaitu indikasi mark-up dalam pembebasan tanah terminal mobil barang di Desa Santan kecamatan Ingin Jaya” ujar Putra.
Putra menambahkan Pemkab Aceh Besar dan Pemko Banda Aceh menetapkan harga pembebasan lahan tersebut terlalu tinggi, yakni sebesar Rp 700 ribu/meternya. Padahal pada proyek lain di kawasan desa yang sama, harga yang dibayarkan hanya Rp 142 ribu/meternya. Aktifis KAMMI menduga ada tindak pidana kolusi serta indikasi memperkaya orang lain antara Pemkab Aceh Besar dan Pemko Banda Aceh dalam proyek tersebut.
Sementara Ketua DPRK Banda Aceh, Yudi Kurnia, dihadapan aktifis KAMMI mengaku akan mengusut dugaan kolusi tersebut serta meminta beberapa bukti atas laporan tersebut guna memudahkan pengusutan itu kepada KAMMI Banda Aceh.
“Saya selaku Ketua DPRK Banda Aceh akan menampung aspirasi aktifis ini dan meminta mereka untuk membawa bukti – bukti guna diusut lebih lanjut” ungkap Yudi yang juga berasal dari Partai Demokrat.
Aksi aktifis KAMMI Banda Aceh tersebut dimulai pukul 15.00 WIB dengan pengawalan ketat dari aparat keamanan. Setelah setengah jam berorasi mahasiswa pun membubarkan dirinya. (im)