Gagasan kubu pasangan capres Joko Widodo (Jokowi) dan cawapres Jusuf Kalla soal pengawasan terhadap khatib dan khutbah Jumat di masjid-masjid menuai kecaman dari Pemuda Muhammadiyah. Aksi semacam itu dinilai sangat memprovokasi umat Muslim.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay mengatakan, pengawasan terhadap khatib dan khutbah Jumat justru lebih berbahaya dari sekadar kampanye hitam. Pasalnya, tindakan tersebut mengesankan seakan-akan para khatib di masjid-masjid sebagai alat bagi kepentingan politik tertentu.
“Tidak tanggung-tanggung, yang mereka tuduh begitu adalah para alim ulama yang selama ini bekerja keras membina umat,” kata Saleh, Jumat (30/5).
Menurutnya, ide dari kubu Jokowi-JK tersebut ingin memberikan kesan seolah-olah pasangan capres dan cawapres itu sedang dizalimi oleh khatib-khatib yang menyampaikan khutbah di masjid. Padahal, kata Saleh, sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan adanya black campaign yang dilakukan di atas mimbar-mimbar Jumat.
Para penggagas ide tersebut, kata Saleh lagi, dipastikan tidak memahami fungsi masjid secara baik. Mereka juga dinilai tidak memahami esensi dakwah Islam. Apalagi, bagi umat Muslim masjid memiliki banyak fungsi. Selain untuk ibadah, masjid juga sering digunakan untuk pemberdayaan umat baik dalam bidang ekonomi, budaya, sosial, dan juga politik.
“Masjid tidak pernah difungsikan untuk menyebarkan fitnah. Para ustadz pasti tahu kalau menyebar fitnah adalah perbuatan keji. Demi kepentingan politik sesaat, para penggagas ide tersebut dengan mudah melemparkan tuduhan yang tidak bertanggung jawab.” ujar Saleh lagi.
Sebelumnya Ketua DPC PDI Perjuangan Jakarta Timur, William Yani, menginstruksikan kepada kader dan pendukung Jokowi-JK yang muslim agar memantau khutbah Jumat di masjid-masjid. Instruksi tersebut terungkap lewat info yang diposting pada akun twitter berita PDIP @news_pdip, Kamis (29/5) kemarin. (republika)