Wali Kota Aminullah Usman meminta warung kopi, restoran, hingga pusat perbelanjaan untuk menutup usahanya pada jam 21.00 WIB.
Hal itu menyusul Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diperketat di Kota Banda Aceh.
Menurutnya, aturan tersebut merupakan hasil keputusan Forkopimda Banda Aceh dan telah dituangkan dalam Instruksi Wali (Inwal) Kota Banda Aceh nomor 9 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Inwal nomor 8 tahun 2021 tentang Perpanjangan PPKM.
Inwal itu sendiri diperbarui sesuai dengan perubahan Instruksi Mendagri (Inmendagri) nomor 17 Tahun 2021 menjadi Inmendagri nomor 20 tahun 2021 tentang perpanjangan PPKM di luar Jawa-Bali.
Hanya saja, dalam inmendagri diatur batas waktu penutupan tempat usaha pada jam 17.00 WIB. Namun di Banda Aceh diberi dispensasi hingga 21.00 WIB.
“Ini juga berdasarkan keputusan Forkopimda Banda Aceh, mengingat mayoritas masyarakat kita bergerak di sektor perdagangan dan jasa,” ungkap Aminullah.
Dan jika dipaksakan tutup jam 17.00 WIB, katanya, akan berdampak besar terhadap perekonomian kota.
“Jam lima sore itu pedagang kita seperti penjual nasi goreng, mie, jus, dan lain-lain baru mulai buka usahanya. Untuk itu, kita imbau pedagang atau pemilik usaha harus disiplin, jam 21.00 WIB sudah tutup. Kalau tidak, terpaksa kita ambil tindakan tegas,” ujar Aminullah.
Lalu untuk layanan pesan-antar atau take away masih diberi kesempatan hingga pukul 22.00 WIB. Dan khusus untuk restoran yang hanya melayani pesan-antar dapat beroperasi selama 24 jam.
“Tapi tetap kita meminta prokes dijalankan secara ketat, termasuk pembatasan maksimal 25 persen pengunjung dari kondisi normal,” ujar Aminullah.
Ia juga menyebutkan, salah satu poin yang berubah dari aturan sebelumnya adalah mengenai penyelenggaraan resepsi pernikahan.
“Jika dulu diperbolehkan dengan maksimal tamu 30 orang, kini ditiadakan selama penerapan PPKM,” ujarnya lagi.
Pihaknya pun memastikan akan mengikuti inmendagri terbaru tersebut.
“Sesuai instruksi mendagri, kita off-kan sementara resepsi pernikahan di Banda Aceh. (Aturan) ini berlaku baik bagi daerah yang menerapkan PPKM Darurat maupun PPKM yang diperketat seperti Banda Aceh,” ujarnya.
Terkait dengan kegiatan keagamaan di rumah ibadah, wali kota menegaskan dapat tetap dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan (prokes).
“Ini sedikit kita sesuaikan dengan inmendagri. Karena kita punya kearifan lokal, dan berdasakan keputusan forkopimda (rumah ibadah) tetap dibuka dengan persyaratan wajib menjalankan prokes secara ketat.”lanjutnya.
Hal lainnya, menjelang ibadah kurban yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha tahun ini, Pemko Banda Aceh akan mengeluarkan petunjuk pelaksanaan (juklak) khusus.
“Di antaranya panitia akan mengantar langsung daging kurban ke rumah-rumah warga. Juga pemotongan dilakukan serentak di beberapa tempat sehingga tidak terjadi pusat kerumunan warga,” ujarnya lagi.
Seperti diketahui, Banda Aceh menjadi satu-satunya kota di Provinsi Aceh yang diberlakukan PPKM Mikro level 4, sesuai keputusan Pemerintah Pusat yang menyatakan untuk memperpanjang penerapan PPKM Mikro di 43 kabupaten/kota pada 20 provinsi di luar daerah pulau Jawa dan Bali yang berlaku sejak 6 hingga 20 Juli 2021 mendatang.
Artinya, segala aktivitas masyarakat di Banda Aceh harus dibatasi, seperti kegiatan belajar mengajar tatap muka ditiadakan dan dilaksanakan secara daring, aktivitas perkantoran berlangsung dari rumah 75 persen dan 25 persen di kantor, area publik (tempat wisata, taman) ditutup, aktivitas lainya yang melibatnya banyak orang harus di batasi dengan jumlah yang telah ditentukan.
Kebijakan penerapan PPKM Mikro level 4 itu, disebabkan Banda Aceh termasuk sebagai wilayah yang terdapat lebih dari 150 kasus Covid-19 per 100 ribu penduduk, lebih dari 30 kasus yang dirawat di rumah sakit per 100 ribu penduduk, dan lebih dari 5 kasus meninggal per 100 ribu penduduk.
Sekda Aceh Taqwallah menekankan, dalam penanganan Covid-19 tidak cukup hanya dilakukan oleh pihak medis maupun pemerintah saja. Namun keterlibatan semua pihak juga sangat dibutuhkan dalam membantu menurunkan laju penularan virus corona.
“Kita harus saling berbagi peran dan tugas, jangan panik dan jangan jenuh dalam menghalau Covid-19,” ujar Taqwallah.
Ia menambahkan, keterlibatan seluruh pihak yang dimaksudkan adalah dengan cara saling mengaktifkan dan menempatkan peran masing-masing pihak dalam tugas yang saling bersinergi dan mendukung satu sama lain.
Dimulai dari individu masyarakat yang disiplin menerapkan 3M mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak, lalu masyarakat juga harus saling mengingatkan, peka informasi dan tidak berkerumun.
Dalam pengelolaan pelayanan juga harus disiplin pakai masker, atur jarak dan sesuaikan jumlah pengunjung. Pada tingkat gampong juga harus terapkan 3S siaga gampong, siaga protkes, dan siaga BLT/ Bansos.
Dalam Ingub tersebut, tertera satu poin khusus kepada Kota Banda Aceh. Bunyinya Wali Kota Banda Aceh yang wilayahnya ditetapkan sesuai kriteria level situasi pandemi berdasarkan assessment dengan kriteria level 4 (empat) berdasarkan Diktum Kesatu huruf C Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019, selain Mengatur PPKM Mikro secara umum, juga secara khusus mengatur sebagaimana Diktum Kesepuluh dan Diktum Kesebelas Instruksi Menteri Dalam Negeri dimaksud dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan kondisi kekinian.
Bagi Bupati dan Wali Kota yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ingub ini akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sementara bagi pelaku usaha, restoran, pusat perbelanjaan dan transportasi umum yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ingub ini akan dikenakan sanksi administratif sampai dengan penutupan usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara bagi individu pribadi dapat dikenakan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran dalam rangka pengendalian wabah penyakit menular berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 212 sampai dengan Pasal 218, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta Pergub Aceh Nomor 51 Tahun 2020 tentang Peningkatan Penanganan Covid-19 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan di Aceh.