Aparat penegak hukum dalam hal ini polisi Wilayatul Hisbah (WH) diberikan kewenangan oleh qanun (Perda) untuk memeriksa hotel jika memang terindikasi melanggar syariat Islam, selama pihak hotel mengikuti aturan maka tidak ada yang perlu ditakutkan.
“WH juga Tidak akan melakukan razia ke hotel-hotel yang tidak terindikasi melanggar syariat Islam, makanya kita harap pihak hotel untuk sama-sama menjaga agar tidak terkesan mengganggu kenyamanan”Kata Sekretaris Komisi G Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Moharriadi ST , S. Ag menyusul adanya keluhan dari pihak pengusaha perhotelan di Banda Aceh terkait razia WH dan larangan menjual miras di hotel, pada rapat Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Aceh, Rabu (26/02/2014) lalu.
Moharriadi mengharapkan pelaku pariwisata khususnya perhotelan untuk tetap menghomati dan mentaati pelaksanaan syariat Islam di provinsi Aceh, diakuinya memberi kenyamanan untuk tamu-tamu yang datang ke Aceh tidak hanya keinginan dari pihak hotel, akan tetapi juga pemerintah Aceh dan DPR Aceh.
Moharriadi mengatakan tahun kunjungan wisata Aceh (visit Aceh Year) yang dicanangkan pemerintah Aceh sejak tahun 2013 lalu menawarkan konsep wisata yang Islami, oleh sebab itu menurutnya pemerintah Aceh tidak menawarkan wisata kebebasan di provinsi ini.
“Karena kalau mau bebas, mau minuman keras itu tempat wisatanya bukan di Aceh, karena Aceh justru menawarkan wisata Syariat, disamping juga budaya Aceh dan wisata alam”ujarnya.
Menurutnya pemerintah Aceh tidak perlu khawatir dengan aturan-aturan tersebut akan berdampak pada minimnya kunjungan wisatawan, karena menurutnya pemerintah Aceh justru harus mampu membangun imej Aceh sebagai daerah tujuan wisata Islami untuk menarik wisatawan menca negara dari negara-negara Asia Tenggara dan dari negara-negara arab.
“Kalau bisa diyakinkan, non-muslim pun akan menghormati daerah kita, karena tidak boleh juga pemerintah sendiri yang melonggarkan aturan sehingga kekhususan kita hilang pelan-pelan”pungkas politisi PKS Aceh tersebut.