Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah mengatakan, mulai tahun 2014, perhatian Pemerintah Aceh terhadap pembangunan desa akan diprioritaskan. Ini seiring hadirnya Undang-Undang Desa yang baru saja disahkan oleh DPR RI.
“Undang-undang ini, salah satunya mengamanatkan adanya alokasi anggaran untuk desa mencapai antara Rp 800 juta hingga Rp1,3 miliar per tahun,” ujar Gubernur Zaini, didepan ratusan Civitas Akademika saat mengisi Kuliah Umum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah, Mampak Kebayakan, Aceh Tengah, Minggu (23/2) siang.
Dikatakan, tingkat kemiskinan di pedesaan sangat tinggi dan ini sungguh ironis. Hampir 70 persen masyarakat Aceh tinggal di desa dan mayoritas berprofesi petani. Untuk itu, ujar Doto Zaini, mulai tahun depan Desa sudah punya anggaran tahunan yang lumayan besar.
Dengan Undang-Undang Desa, Gubernur berharap mahasiswa dan pemuda menjadi tenaga muda pendamping yang bisa mengarahkan agar pembangunan desa berjalan baik, transparansi dan akuntabilitas.
“Insya Allah, kedepan Desa akan berkembang dan maju. Inilah salah satu poin yang perlu menjadi pembahasan di kalangan mahasiswa yang bergelut di bidang hukum” pintanya.
Hal ini, tambah Gubernur Zaini, membuktikan bahwa perkembangan pembangunan berjalan linier dengan kebutuhan penegakan hukum dan para mahasiswa Fakultas Hukum diminta mampu membaca situasi ini dengan cerdas.
“Target kita, dalam lima tahun ke depan terjadi perubahan besar di Aceh, karena pergerakan sektor pertanian, perkebunan dan perikanan akan meningkat tajam. Para pemuda Aceh harus mampu menjawab berkembangan zaman ini dengan meningkatkan kapasitas SDM yang handal untuk siap menghadapi berbagai mega proyek yang akan dijalankan di Aceh,”jelasnya.
Lebih lanjut Doto Zaini mengatakan, Qanun Penanaman modal menyebutkan bahwa setiap investor yang masuk ke Aceh harus mengutamakan putra-putri Aceh untuk direkrut sebagai pekerja. Jika investasi itu masuk ke wilayah Tengah, kata Gubernur, para investor wajib memprioritaskan putra-putri Aceh Tengah sebagai karyawannya. Pekerja dari luar hanya bisa direktur kalau tidak ada putra daerah yang memiliki kemampuan menangani bidang tertentu.
“Klausul ini harus dijawab dengan skill oleh para pemuda Aceh, sehingga tidak ada alasan bagi investor yang masuk ke Aceh untuk merekrut tenaga dari luar. Di samping itu, Pemuda Aceh juga diharapkan menjadi pionir dalam melakukan inovasi dan membuka lapangan kerja,” ujarnya.
Khusus untuk para mahasiswa ilmu hukum, lanjut Gubernur, program dan skill di bidang advokasi tentu harus terus diasah mengingat potensi munculnya kasus-kasus hukum juga semakin meningkat.
“Saya juga mendorong agar para mahasiswa kreatif menggali penanganan hukum adat mengingat penyelesaikan melalui mekanisme adat ini terkadang lebih bijaksana ketimbang harus menggunakan KUHP,” tutup Zaini Abdullah.