Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Aceh menilai Pemerintah Aceh harus melakukan pembatasan sosial kembali seiring peningkatan secara drastis kasus COVID-19 di daerah itu yang dominan melalui penularan transmisi lokal.
Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman, Kamis, di Banda Aceh memprediksikan tingkat penularan kasus COVID-19 di “Tanah Rencong” itu akan terus bertambah, sehingga sudah seharusnya pemerintah untuk kembali melakukan pembatasan sosial seperti awal terdeteksi kasus.
“Pembatasan seperti di awal dulu lah, enggak boleh berjualan lebih dari jam sekian, aktivitas di masyarakat dikurangi, waktu belanja dikurangi, supaya orang enggak banyak bergerak dulu, sambil melakukan ‘test’, ‘tracing’, dan ‘treatment’ atau 3T,” katanya.
Safrizal menyebutkan wilayah Aceh sudah terjadi transmisi lokal, sehingga banyak muncul klaster-klaster penularan COVID-19.
Maka dalam kondisi ini hanya tiga hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah yakni tes, penelusuran (tracing), dan pengobatan (treatment).
Ia menjelaskan, pemerintah harus melakukan tes COVID-19 sebanyak-banyaknya terhadap warga, kemudian menelusuri terhadap kontak jarak dekat warga dengan pasien, hingga kemudian dilakukan pengobatan.
“Dan kita di Aceh ini makin banyak kita dapatkan kasus harusnya kita makin tenang, enggak usah gelisah, karena makin banyak yang diperiksa. Kalau pun kita banyak kasus di awal tapi nantinya stabil, akan berkurang, karena sudah kita dapat kasus-kasus yang ada berkeliaran selama ini,” ujarnya.
Menurut dia yang paling penting ialah ketika mendapatkan klaster baru COVID-19 maka harus ditelusuri dengan benar, kemudian setiap wilayah diisolasi sementara hingga hasil pemeriksaan uji sampel usap (swab) keluar dan dinyatakan negatif, baru dapat beraktivitas kembali.
“Kalau kita lihat instruksi dari Presiden, bahkan katanya yang paling bagus itu pembatasan di tingkat desa, RT, RW begitu cara paling efektif menghalangi laju pertumbuhan COVID-19 ini,” demikian Safrizal Rahman. Antara