Pemerintah dan masyarakat di enam kabupaten di Provinsi Aceh menyatakan keberatan terhadap qanun Aceh nomor 8 tahun 2012 tentang lembaga Wali Nanggroe dan qanun nomor 3 tahun 2013 tentang bendera dan lambang Aceh.
Hal itu terungkap dalam petemuan antara Tim Pengawasan qanun dari Komnas HAM dengan Bupati dan ketua DPRK dari enam kabupaten, masing-masing kabupaten Aceh Tenggara, kabupaten Aceh Tengah, kabupaten Aceh Singkil, kabupaten Aceh Selatan, kabupaten Gayo Lues dan kabupaten Bener Meriah.
Ketua Tim pengawasan qanun dari komnas HAM RI Otto Nur Abdullah mengatakan alasan penolakan terhadap qanun Wali Nanggroe dikarenakan lembaga itu tidak dikenal dalam budaya di kabupaten-kabupaten dimaksud, selain itu qanun Wali Nanggroe juga menutup kesempatan warga di kabupaten-kabupaten itu untuk menjadi Wali Naggroe masa mendatang.
“Kedua qanun itu diterbitkan dengan proses yang sangat minim partisipasi masyarakat khususnya dalam RDPU, meskipun ada digelar RDPU tapi kesannya sangat formalitas”lanjutnya.
Otto menambahkan sejak proses penyusunan kedua qanun itu sampai dengan proses negoisasi dan klarifikasi saat ini, pemerintah Aceh dan pemerintah pusat sama sekali tidak melibatkan kabupaten/kota, seolah-seolah qanun itu hanya urusan pusat dengan pemerintah Aceh.
“Selama ini aspirasi kabupaten/kota diabaikan, seolah-olah ini masalahnya pemerintah Aceh dengan pusat saja, padahal dampaknya juga di kabupaten/kota”ujarnya lagi.
Otto menjelaskan untuk mendapatkan informasi tentang qanun itu Tim pengawas dari Komnas HAM juga menggelar pertemuan dengan DPR Aceh, sedangkan pertemuan dengan gubernur Aceh gagal karena gubernur sedang tidak berada ditempat.
Menurut Otto pemerintah Aceh ataupun pemerintah pusat dimita untuk membatalkan atau memperbaiki kedua qanun tersebut, khususnya pasal-pasal yang terkesan diskriminasi dan menghilangkan hak-hak warga di enam kabupaten tersebut.
“Untuk qanun Wali Nanggroe perlu diperbaiki terkait dengan kemampuan berbahasa yang harus dimiliki calon Wali Nanggroe, serta kejelasan dari keturunan calon Wali Nanggroe, kemudian untuk qanun bendera sebaiknya digunakan bendera atau lambang kesultanan”urainya.